28 December 2016

A Boy Who Loves a Girl


There is a boy who loves a girl.
A girl whom he never expected to come into his life. 
A girl whom he never expected to be head over heels for.
A girl who seems to make everything perfect.
A girl whose heart he can never own. Yet. At least that's what he assures himself.

"She's worth fighting for." Thinks the boy every second.
"You're stupid." They say.

It's been almost six years. People come and go, but the girl stays.
"It's another day of fighting." Thinks the boy every morning when he wakes up.
That girl. His very first thought in the morning. And his last at nightfall.

"Just forget her, it's been too long. Open your heart for another." People say.
He knows, it is not that easy to forget someone who changes him for the better.

"What if the worst case comes? What if she sets his heart for someone else? Have you made your plan B?" Says his friend one day.
He freezes, but he keeps standing strong. He knows, there is no plan B or plan-any-other-letters-in-the-alphabet.

"Take the risk. Tell her. You lose nothing. You can't lose something you never had." They say, again.
He knows, he will lose everything, because this girl is his everything.
He knows, loving her in silence is better than to lose this girl completely.

He blames himself often. For not being brave enough. For not taking the chance. For the moments he missed out. 
He blames himself, knowing what they say is probably true.
But he never blames himself for loving this girl, because why do you have to blame something so beautiful?

All he knows is that...

he loves her.

Still.

13 December 2016

Recently...

We're about to move back to Makassar, dan sebelum kegilaan packing dimulai, marilah ngeblog sejenak.

Be ready for this. Once you find a sensitive word, you can close this page as soon as possible. If you're ready, yes, please keep reading ('Sup, shameless promo?!)

LGBTQIA? Lesbian, Gay, Bisexual, Transgender, Queer, Intersex, Asexual.
Topik yang masih sensitif bagi masyarakat Indonesia yang pengaruh keagamaannya masih sangat kuat. Pastinya selalu ada pro-kontra dalam hal ini. It's okay, as long as you have your rational reasons and you keep them to yourself. Gue juga nggak pengen bawa-bawa agama, karena itu urusan lo sama Tuhan. Gue nggak suka ngurus keyakinan dan kepercayaan orang. It's personal.

Waktu gue SMP sampai sekitar awal SMA, gue sangat menolak LGBT++. Gue nggak punya alasan sendiri. Gue cuma percaya saat society bilang itu hal buruk. Saat idola gue ngaku seorang gay, pikiran gue heboh untuk menolak.rece Pokoknya itu salah! Namun tumbuh rasa ingin belajar lebih jauh. Kenapa mereka bisa begitu. Apakah hal itu memang salah. Seiring dengan 'pelajaran' gue, gue semakin mengerti. No. It's not wrong. Ya memang, menurut society, lo harus jatuh cinta sama lawan jenis. Then get married. Have kids. Live happily ever after. Tapi saat gue mulai punya beberapa teman gay, gue nggak lihat ada yang salah dengan mereka. Love is truly a beautiful thing in any way. Dari yang awalnya sangat menolak, gue jadi sangat menerima.

Recently, one of my best friends came out as gay and it's one of the best things ever happened in our friendship. I'm very proud of him. Bukan karena dia gay. Bagi gue, siapapun yang lo cintai itu normal. Baik itu dengan lawan jenis maupun sesama jenis (I don't actually like these words, because 'jenis'? We're the same homo sapiens, duh!) Karena dia akhirnya berani menerima siapa dirinya. Coming out is always a life-changing moment for a person. And hell this is difficult! They can't expect anything. Jadi  ya gue menganggap itu sangat berani dan gue bangga akan hal itu. 

Btw, gue nggak percaya kalo LGBT++ itu pengaruh dari pergaulan. Atau trauma disakiti lawan jenis. No. Gue percaya, God created you that way. Banyak orang yang percaya itu bisa disembuhkan. Bagi gue, no. 
Ada seorang cowok, yang tau dirinya gay sejak dia mengerti seksualitas. Saat keluarganya tau, dia langsung dimasukin pesantren. Apa dia langsung "sembuh"? Nggak. Mentalnya malah terganggu. Dia depresi. Saat akhirnya dia menerima siapa dirinya, ternyata dia lebih bahagia.
Ada cowok yang lainnya lagi, dia menganggap dirinya udah "sembuh", akhirnya menikah  dengan cewek, punya anak, saat anaknya mulai remaja, dia gak bisa menolak bahwa dia tetap gay. Dia masih tertarik dengan sesama jenis.
Ada juga seorang cewek. Dia sakit hati selalu disakiti pria. Dia memutuskan untuk pacaran dengan sesama cewek. Apa itu menjadikan dia seorang lesbian? Nggak. Karena dia melakukan itu hanya karena pelarian atas dasar sakit hati. Meskipun berhubungan dengan sesama cewek, dia nggak bisa menolak kalo dia masih tertarik dengan cowok. In that way.
Ketiga contoh di atas adalah nyata, dari kehidupan orang di sekeliling gue. Jadi teori gue adalah, pergaulan nggak memengaruhi lo untuk jadi LGBT++. Yang biasanya terjadi adalah, di pergaulan yang lebih menerima hal itu, lo juga akan berani menerima diri lo yang seperti itu.

Balik lagi ke teman gue ini. Di antara lingkaran pertemanan kami, dia salah satu orang yang relijius. Makanya, saat dia come out, beberapa dari kami syok dan langsung mempertanyakan soal agama. Namun gue nggak mempertanyakan itu. Nggak bohong, gue juga syok. Tapi lebih kepada diri gue sendiri. I feel bad. Berani-beraninya gue nganggep dia sahabat gue, tapi hal kayak gini aja gue nggak sadar. Tega banget gue membiarkan sahabat gue sendirian, tanpa bisa bercerita dengan bebas untuk minimal meringankan beban hati. Yes, we laugh at our stupid jokes, but I didn't know he was lonely. Being lonely in a big crowd is one of the worst things and I can feel that. 

Setelah dia come out, apakah gue menganggap dia berbeda? Nggak. Dia tetap orang yang sama. Nggak pernah berubah. Gue nggak tau dari mana asalnya, tapi belakangan, muncul tren bahwa punya temen gay itu keren. Nyebut "He's my gay friend" aja berasa bangga banget. Banyak cewek yang mendadak pengen punya temen gay. That's a big no no. Yes my best friend is gay, but that doesn't make him 'the gay friend'. He's my friend. Tanpa label whatsoever. 

Dear you (and everybody else who has the same struggle), you're amazing. You're so brave. Keep being you, don't worry about what society expects you to do and to be. You are you. You're happy. That's what's important. I know it can be difficult at times, but keep going strong. I love you, jerk!

28 March 2016

About Dreams and My Astral Projection Experience

Hi Beautiful People!
Setelah sering baca heartsupport.com yang mostly berisi artikel tentang self-acceptance, gue jadi sering mikirin, apa sih yang gue cintai dari diri gue sendiri? Akhirnya gue menemukan satu jawaban.

Gue adalah pemimpi yang unik.

Terkesan narsis? Tapi gue bangga akan hal itu. Mimpi gue selalu punya cerita unik dan luckily, gue bisa ingat sebagian besar mimpi gue dengan cara mencatat. Saat gue cerita ke orang tentang kisah-kisah di mimpi gue, gak 100% orang akan percaya.
Berikut beberapa mimpi gue yang punya cerita seru (dan gue catat di hp):


Nggak jarang, saat sedang di dalam mimpi, gue tau dan sadar kalo diri gue ada di dalam mimpi, jadi biasanya gue melakukan hal aneh apapun yang gue pengen di mimpi itu. Itu sering terjadi kalo gue mimpi ketemu artis idola.

Baru-baru ini, gue baca buku otobiografi Shane Dawson, dan ada satu bab yang menceritakan pengalaman Astral Projection dia. Gue baru sadar, hal itu pernah terjadi sama gue!

Salah satu pengalaman Astral Projection yang gue ingat adalah suatu hari, saat gue tidur di kamar gue, tiba-tiba gue merasa mimpi, lagi duduk di kamar gue. Tapi anehnya, gue bisa lihat diri gue yang lagi tidur. Gue jalan keluar kamar, dan di teras, ada pacar adek gue yang lagi nyangkutin brownies di pagar, dan abis itu dia langsung pulang. Kejadiannya cuma sebentar. Gue terbangun dan nggak begitu mikirin mimpi tadi. Tiba-tiba, nyokap gue teriak "siapa nih yang bawa brownies?" dan kata nyokap, browniesnya digantung di pagar. Gue mulai syok. Dan yang bikin lebih syok, brownies itu sama kayak yang ada di mimpi gue tadi. Dan ternyata benar. Pacar adek guelah yang nyangkutin brownies itu di pagar. BAM!

Ada juga mimpi mengejutkan, tapi gue nggak yakin ini bisa dinamakan Astral Projection.
Tahun 2013, jaman gue ngekos ngerjain skripsi, gue tidur siang. Di dalam mimpi, gue ada di tengah keramaian, dan semua orang disitu panik. Gue nanya ke satu orang di tempat itu.
Gue: "Mas, ini ada apa ya?"
Mas-mas: "Itu ada kereta kebakaran, mbak."
Dan gue hampir nangis liat mirisnya kereta kebakaran itu.

Saat terbangun, gue cek twitter, kayak biasanya. Gue hampir lompat dari kasur saat ada tweet berita tentang kereta yang nabrak truk di Bintaro dan akhirnya kebakar. Gue buka tautan berita itu dan kepala gue langsung sakit. Gambar kereta yang terbakar itu persis sama yang ada di mimpi gue.

Oke, kejadian tentang kereta di Bintaro ini bikin gue takut, dan berharap gue nggak akan mengalami itu lagi. Malah, setelah baca bab tentang Astral Projection di buku Shane Dawson, gue jadi takut untuk tidur. Tapi dari isu permimpian ini, gue jadi kenal siapa diri gue. I'm (literally) a dreamer.

27 March 2016

How Westlife Changed My Life

Ahoy Beautiful People! I'm back!

Malam ini, untuk pertama kalinya setelah sekian lama, gue nekat masukin lagu Westlife sebagai playlist sebelum tidur. Nekat. Karna biasanya, lagu Westlife bikin gue cengeng. Jantung hati berdarah-darah. Baru juga lagu kedua, If I Let You Go, gue nggak tahan pengen langsung curhat disini. Sebenarnya gue udah pernah (sering malah!) curhat tentang Westlife disini. Tapi versi alay.
Yes, Westlife changed my life.
Kalo bukan karna Westlife, gue mungkin nggak akan jadi seperti diri gue yang sekarang. The good and the bad. Berawal di tahun 2000, gue masih kelas 2 SD kayaknya. Gue ikut-ikutan suka boyben asal Irlandia yang ngehits banget di masa itu, dan gue nggak sadar, my life was about to change.

Long story short, Westlife selalu ada di setiap hari gue. Westlife semacam tujuan hidup nomer satu gue. Cita-cita masa depan gue selalu berhubungan sama Westlife. Ambisi gue menggebu-gebu untuk bisa pergi ke Irlandia untuk ketemu Westlife. Gue jadi rajin belajar, karna prinsip gue "kalo pintar, bisa cepat ke Irlandia, bisa ketemu Westlife." Gue terobsesi belajar Bahasa Inggris, karna cita-cita utama gue adalah ketemu Westlife, dan gue pengen banget bisa ngobrol sama Westlife. Saat pertama kali punya kamus Bahasa Inggris, gue langsung rajin sok terjemahin lagu Westlife. Gue punya buku khusus terjemahan lagu-lagu Westlife (nggak usah dibayangin terjemahannya gimana). Kelas 6 SD, gue ranking 2 di kelas, bokap nanya mau hadiah apa. Yang biasanya gue minta dibeliin buku cerita, kali ini gue minta didaftarin les Bahasa Inggris, sebagai bekal gue kalo suatu hari ketemu Westlife. 
Alasan gue buat les Bahasa Inggris jadi kenyataan 10 tahun kemudian.



Tahun 2006, nyokap kira gue hampir gila karna gue nggak nonton konser Westlife di Jakarta. Ya, gue dua hari nangis sendiri di kamar kayak orang gila! Geli juga sih kalo kebayang lebaynya gue jaman ababil dulu. Tahun 2011, takut gue hampir gila kayak 5 tahun sebelumnya, bokap langsung gerak cepat untuk beliin gue tiket konser Westlife, yang ternyata konsernya jauh dari ekspektasi gue. Ricuh! Konser dihentikan 30 menit, Shane mengancam untuk ninggalin konser kalo penonton masih dorong-dorongan. Sendirian di tengah crowd, gue nelpon nyokap, nangis sesenggukan kayak orang gila lagi. Nyokap bilang "Nikmatin aja konsernya. Kan udah bertahun-tahun mau nonton Westlife, masa sekarang malah nangis?" yang bikin gue makin nangis meraung, sambil dengerin Seasons In The Sun secara live. Lupa malu!

Suatu malam, masih di dorm, gue kebangun mau pipis. Abis pipis, iseng buka facebook. Nggak nyangka, ada satu post yang rasanya bikin masa kecil gue hancur. I was crushed. Westlife menyatakan akan bubar di tahun 2012. Gue langsung lupa caranya bernafas. Dada sesak dan sakit, karna berusaha nutupin suara tangis gue, takut mengganggu roommates gue. Besoknya masuk kuliah, gue sama sekali nggak merhatiin dosen. Gue sibuk ngelap air mata yang iseng keluar, sambil pura-pura pilek. Selesai kelas, gue langsung lari ke dorm, lanjut nangis. Ya, hidup gue rasanya hancur dan nggak punya tujuan lagi. Sejak kecil, impian terbesar gue adalah pergi ke Irlandia dan ketemu Westlife disana. Dengan bubarnya Westlife, mimpi itu nggak akan tercapai. Call me crazy, but it happened.

Sejak Westlife officially bubar, ada rasa benci di hati gue. Gue marah dengan keputusan bubarnya mereka. Bahkan sampe sekarang, kalo denger lagu Westlife, rasanya jantung gue perih. Literally. Tau rasanya benci sama mantan, tapi masih sayang? Nah, itu yang gue rasakan. Meskipun nggak pernah punya mantan juga sih. HA! Childish, memang. Tapi kecewa itu masih ada. Iyalah. Impian lo selama 12 tahun mendadak hancur, gimana rasanya?

But somehow, berkat Westlife, gue punya kehidupan yang berwarna dan menyenangkan. Banyak hal dalam hidup gue yang nggak bakal ada andaikan gue nggak ikutan suka Westlife dulu.


17 January 2016

CNBLUE: Overload

Annyeonghaseyo, Beautiful People!
Lately I've been listening to CNBLUE. Non-stop! Whoa! I can feel the judgement already! 
I feel the need to write this down now, before I'm going even crazier.
Jadi gue mulai tau CNBLUE sekitar 2012 waktu pertama dengerin I'm a Loner. Tapi gue nggak begitu memperhatikan mereka sampe I'm sorry sering banget diputer di tv. Mulailah gue penasaran sama mereka. Mulailah gue nanya-nanya tentang mereka ke Echie, satu-satunya sumber K-pop gue. Dari Echie lah gue copy semua album CNBLUE. Makin demenlah gue sama lagu-lagu mereka. Gue agak susah demen boyben Korea yang nyanyi dan joget-joget doang, jadi gue merasa CNBLUE itu exception karna mereka main instrumen musik, dan musik mereka sedikit rockish. Bikin telinga ketagihan.

Oktober 2013, CNBLUE konser di Indonesia. Sayangnya, mereka konser di hari yang sama dengan Fall Out Boy. Gue harus memilih. Dengan agak berat hati, gue milih nonton FOB, berhubung mereka idola gue sejak remaja. Sejak itu gue tetap dengerin lagu-lagu CNBLUE, meskipun nggak gila. Gue nggak hafal nama-nama personil mereka. Gue bahkan familiar sama lagu-lagu mereka, tapi nggak tau judulnya. Kalo karaokean, gue dan rima sering banget milih lagu mereka buat kami nyanyikan. Tapi itulah sedihnya punya idola non-English. Gue jadi nggak bisa sing along. Meskipun tulisannya pake huruf latin, lidah gue kaku sama pelafalan kata-kata berbahasa Korea. Jadi kalo karaokean, kira-kira ini yang terjadi: "tell me why why why asdfghjkldfghjdgfhgj...."
And I'm not even kidding.

Sekarang, Januari 2016. Entah gimana gue mulai dengerin CNBLUE lagi. Baru sekali dengerin lagu, langsung nyangkut banget di otak gue. Waktu Shafa main ke kantor, gue nanya ke dia, apakah dia tau CNBLUE. Ternyata dia lebih tau! Dia langsung nyanyi-nyanyi dan ngikutin gerakan mereka. Jiwa gue terguncang. Gue nggak menyangka Shafa bakal lebih ahli soal CNBLUE. Akhirnya kami nontonin CNBLUE sepanjang sore, ngikutin gerakannya, dan fangirling. Obrolan gue dengan Shafa di skype yang tadinya ngomong non-sense, sekarang jadi ngomongin CNBLUE sepanjang masa. Saat gue post di fb, curhat tentang kecintaan gue akan CNBLUE, Indah langsung nyamperin gue. Dia langsung nunjukin Heartstrings, K-drama yang di bintangi Yong Hwa dan Min Hyuk, dua member CNBLUE. Dammit! Gue makin naksir!

So... yeah! Saat gue nontonin video CNBLUE di kantor, Kania syok. Selama ini, gue nontonin band yang tampilannya garang, gradakan, tatoan, teriak-teriak. Saat liat tampilan cowok mulus di layar komputer gue, jiwa Kania terguncang. I'm not even feeling guilty or ashamed for liking CNBLUE. Why would I? 
Kalo photoshoot mereka model begini sih, siapa menyangka mereka band?
Gue nggak bisa menjelaskan kenapa pastinya gue bisa suka CNBLUE.  Gue bahkan bukan suka mereka dari tampang, karna sampe sekarang gue nggak bisa membedakan who's who. Gue nggak hafal nama-nama member mereka. Tapi sih gara-gara nonton Heartstrings, gue jadi hafal sama Yong Hwa dan Min Hyuk. Go listen to their songs and you'll know why. Their songs are that addictive.
Favorite!

07 January 2016

Monkeylada Festival: Di PHP-in The Maine, Digombalin Before You Exit

Ahoy, Beautiful People!
The response to my previous post was amazing! Thank you for the comments, texts and calls. Now let's be back to my fangirl life!

Sudah hampir dua bulan berlalu sejak gue nonton Monkeylada Festival. The Maine tentunya line-up yang gue tunggu, tapi sayangnya, lagi-lagi The Maine PHP. Mereka batal datang lagiiii! Padahal gue udah menyiapkan lahir-batin untuk interview mereka di hari H. Venue Taman Krida Loka Senayan ternyata asik banget! Ademmm! Ada beberapa stage, dan ada booth besar KFC untuk tempat meet and greet. 
Korban PHP The Maine
Gue nonton bareng Team CD dan adek gue. Masih sore, masih artis lokal yang tampil di Promiseland Stage, dan gue ngikutin adek gue aja maunya apa. Dia starstruck waktu diajak foto bareng GAC! Waktu Isyana Sarasvati tampil, gue mulai nggak tenang kaerna Meet and Greet Before You Exit udah mau dimulai. Yes, dedek-dedek BYE ini ada di daftar kedua setelah The Maine yang paling gue tunggu. Jumatnya, gue nggak bisa ikut interview, padahal udah bikin daftar pertanyaan. Tapi yasudah, jodoh nggak kemana. 
Nervous ketemu GAC
Gue ikutan ngantri sama ratusan remaja yang histeris mau ketemu Riley, Toby dan Connor. Untungnya adek gue teman konser yang setia dan nggak seheboh gue. Dia rela nggak nonton Isyana sampe abis dan ikut ngantri dengan niat pengen fotoin gue. Best. Sister. Ever.

Tiba saatnya untuk gue foto sama BYE. Gue udah nggak niat merangkai kata-kata yang mau gue omongin ke mereka karena udah pusing sama ramenya antrian. Kami langsung didorong berlima untuk foto bareng, dan si adek yang tadinya cuma mau fotoin, malah didorong security untuk ikut M&G! Masih linglung karena terlalu rame, tiba2 Toby narik gue dan meluk. Dan ternyata dia emang melakukan itu ke semua yang ikutan Meet and Greet. Kakak senang, dek!
Foto keluarga
Malamnya, setelah nonton stand up comedy (yang awkward karena banyak joke porno, gue gak merasa adek gue udah dewasa dan ngerti), gue langsung nonton BYE. Adek gue emang segila gue kalo nonton konser. Genit juga. Dia labil suka yang mana. Gue memutuskan untuk suka Toby, terhipnotis pelukan spontan dia waktu Meet and Greet. Shockingly, gue tau semua lagu yang mereka bawakan! Tapi ada yang merusak momen romantis gue bersama dedek-dedek BYE. Si Shafiq dan Cung2 sibuk meratiin bulu ketek Riley yang cuma segaris........
Before You Exit
Pengalaman Monkeylada Festival gue ditutup dengan nonton The Fratellis sebentaran. Mereka bagus dan seru. Sayangnya, gue nggak begitu kenal mereka, jadinya nggak dapet feelnya deh! Thank you, Monkeylada Fest, atas line-up yang seru (juga supply KFC gratis).

The Fratellis