09 April 2017

Solok: Antara Santan dan Singkarak

Perjalanan gue berlanjut di Kota Solok.

Dari Kota Padang, gue kembali ke Bandara Minangkabau untuk ketemu teman-teman yang baru datang dan dijemput ke Solok. Bandara ke Solok ditembuh dalam waktu dua jam. Dua jam yang menegangkan, tepatnya. Dengan jalanan yang menanjak dan berliku, kami semua tegang dengan cara yang berbeda. Ada Monde yang terus nahan teriakan lebay kalo mobil yang kami tumpangi ngebut untuk ngebalap mobil lain. Ada Brimo yang pegang apapun yang bisa dipegang (?). Ada gue yang memejamkan mata di adegan seram, meskipun akhirnya ketiduran. Beragam respon ini nggak melibatkan Randi, yang langsung tidur begitu keluar dari bandara dan bangun saat udah sampai di Solok.

Day 1: Solok Panas!

Solok terbagi tiga: Kabupaten Solok, Kota Solok, dan Solok Selatan. Nah, menuju Kota Solok, kami ngelewatin Kabupaten Solok dulu, yang pemandangannya penuh dengan persawahan dan perbukitan. Tiba di Solok siang, gue pikir Solok bakal adem karena letaknya lebih tinggi daripada Kota Padang. Ternyata... ndeeee angeknyo hariko lai! Kami sempet mampir ke BARU Swalayan, toko yang legendaris bagi kami. Toko ini milik keluarganya Umik dan zaman kuliah dulu, setiap habis liburan semester, Umik selalu bawa jajanan yang dijual di BARU Swalayan. Umik juga sering cerita tentang masa kecilnya yang berlatar tempat di toko ini. Kami nginep di lantai tiga rumah tantenya Umik. Di lantai tiga ini, gue semakin menikmati keindahan Solok. Bayangin aja, buka pintu kamar langsung dipamerin pemandangan bukit dan langit. Rumah ini berbentuk ruko. Toko barang elektronik di lantai 1, rumah tinggal di lantai 2 dan 3. Rumah ini disebut Rumah Bundo. Rumahnya Bundo. Bunda pe rumah. Di hari pertama ini, kami belum melanglang buana karena malamnya ada Malam Bainai di rumah Umik. 
 
Pemandangan dari Lantai 3


Pulang dari rumah Umik, kami mampir di kafe, namanya Pistown Company. Kafenya nggak besar, tapi unik! Ada motor parkir di dalam ruangan sebagai dekorasi kafenya. Selain untuk ngopi cantik, di dalam kafe ini juga ada barbershop! Akhirnya kami merasakan jadi anak gaul Solok. Oh iya, kami juga syok dengan harga minuman di sini. Untuk ngopi di kafe di Jakarta, kami harus merogoh dompet sambil nyari sisa recehan terakhir kembalian Metro Mini. Tapi di kafe ini, harga minumannya berkisar 13 sampai 25 ribu! Dan itu bukan minuman yang cuma air dikasih gula plus kopi sebutir. Ini beneran enak. Solok, aku padamu!

Day 2: Human Trafficking

Selesai acara akad nikah Umik, kami bertekad ingin menjelajah Kota Solok dan menggendutkan badan. Saat siap tempur, kami kembali bingung. Mau naik apa? Angkot nggak ada. Pangkalan ojek agak jauh. Uber? Mana ada~ Orang di toko elektronik Bundo bersikeras untuk nganterin kami ke Rumah Makan yang agak jauh dari Rumah Bundo. Karena mobilnya sedan, dia harus bolak-balik nganterin kami. See? Orang Sumatera Barat itu baik banget!

Makanlah kami di RM Salero Kampuang. Kami kesetanan makan dengan prinsip "fuck it we're getting fat and the cholesterol together." Nggak ada tanda-tanda kami akan berhenti makan, meskipun sebenarnya serem liat makanan yang penuh santan dan minyak. Saat perut udah hampir meledak, kami baru sadar, 18 lauk, 6 porsi nasi putih, 8 gelas minuman sudah bersatu padu di perut kami. Kami mengalami guncangan jiwa waktu mau bayar! Berapa total harga makanan kami? 279 ribu rupiah! Gilak! Solok, aku semakin padamu.

Kebingungan kembali menyerang saat kami mau pulang ke Rumah Bundo. Mau naik apa?

Untungnya, Habil, teman sekampus kami, sedang dalam perjalanan dari Bukittinggi menuju Solok. Yaudah, kita macam gelandangan di depan restoran nungguin Habil, sambil nyetopin gerobak es krim yang lewat. 


Akhirnya Habil datang! Namun, ada satu masalah lagi, mobil Habil nggak muat. Randi dan Odis mengorbankan diri demi keberlangsungan hidup kami. Mereka rela jadi korban human trafficking.


Malamnya, sisa gue dan Monde di Rumah Bundo, karena Brimo dan Bunga harus kembali ke Jakarta, Habil, Odis dan Randi nganterin mereka ke bandara. This is it. Saatnya gue menjelajah kota sama Monde. Sempat mampir di Taman Syech Kukut yang ternyata nggak ada gerobak jajanan (yes, itu tujuan utama kami), akhirnya kami menemukan pusat kuliner dan menyantap dua porsi sate padang beserta ketupat. Berapa total harganya? Cuma 24 ribu rupiah! Solok, aku padamu selamanya! Abis itu kami nongkrong lagi berduaan di Pistown Company. Because. Kopi. Enak. Dan. Murah.

Day 3: Danau Singkarak

Setelah acara resepsi Umik, kami harus pulang! Di perjalanan pulang ini, kami menempuh jarak yang lebih jauh demi bisa ngelewatin tempat wisata. Kami mampir di Danau Singkarak yang awalnya gue pikir danaunya kecil, tapi ternyata besarrrr merentang di hampir sepanjang Solok-Padang Panjang. Mampir buat foto-foto ala turis, gue terpesona sama hiasan perbukitan di sekeliling danaunya dan bentuk awan di hari itu yang lagi keren. Gue makin kagum sama keramahan ibu dan bapak penjaga warung yang kami singgahi. Mereka ngobrol sama kami, akrabnya udah kayak sama saudara jauh. Selama perjalanan gue di Sumatera Barat, gue nggak berhenti ngerasain keramahan orang Sumbar. Udah tau kan, stereotype bahwa orang Sumbar itu pelit? No. Nggak. Itu sama sekali nggak benar!

Melanjutkan perjalanan, gue berusaha nggak tidur demi menikmati pemandangan, yang merupakan hal mustahil. Akhirnya gue tidur juga. Di perjalanan ke Solok, sebagian besar pemandangannya adalah persawahan. Di perjalanan pulang ini, pemandangannya lebih beragam. Danau, bukit, lembah, dan air terjun! Gue selalu mengira kalo mau liat air terjun, kita harus berjalan menyusuri hutan dulu. Di Air Terjun Lembah Anai ini, air terjunnya di pinggir jalan dong! Kami nggak sempat mampir, karena waktu penerbangan Randi udah dekat.

Ternyata kami tiba di bandara lebih cepat dari perkiraan, jadinya nongkrong untuk terakhir kalinya dulu di kantin bandara. Makan Indomie. Yes, isi tubuh penuh minyak dan santan ini butuh asupan micin indomie. Plus cabe rawit yang langsung dipetik dari pohonnya! Matahari mulai terbenam, saatnya kami mengucapkan sampai jumpa pada Ranah Minang. 

Tapi zonk.

Penerbangan kami ditunda 3 jam. Impian kecil gue terwujud. Menggunakan kata ini di tempat asalnya: "KANTUIK!" Gue, Odis dan Monde terdampar di bandara, entah mau ngapain. Kalo nggak ada mereka, mungkin gue udah nangis kesel. Satu jam sebelum penerbangan, kami dikasih makan malam, sebagai ganti rugi keterlambatan. Di sini, gue baru ngeh kalo micin dan garam itu bisa membuat orang ceria. Yang tadinya kesel, kami jadi becanda gila lagi. Terima kasih, micin.


(Read: Hello, Padang!)

Tiba di Cengkareng pukul 00.00, hati gue sedikit perih, sadar liburan yang gue nantikan sudah resmi berakhir. Terima kasih Sumatera Barat, atas segala hal mengagumkannya. Gue akan kembali. Terutama setelah Umik pamer foto-foto liburan dia di Mandeh.

06 April 2017

Hello, Padang!


Sejak SD sampe sekarang, gue selalu punya sahabat orang Minangkabau. Selalu. Sepertinya orang Minang ada di mana-mana! Awal April 2017, gue akhirnya berkesempatan menginjak ranah Minang demi menghadiri acara pernikahan seorang sahabat. Ini juga pertama kalinya gue menginjakkan kaki di pulau utama Sumatera. Sejak pesawat mau mendarat, gue langsung jatuh cinta sama kontur alamnya yang bagus banget! Dari jendela pesawat, langsung kelihatan perbukitan yang sebelahan sama laut atau danau, beserta sungai-sungai. Hati memuji alam semesta. 

(Read: Umik si Ratu Solok Menikah!)

Day 1: Uda apa Mas?
Keluar dari bandara, gue jatuh cinta lagi, karena langsung disambut pemandangan bukit, meskipun udaranya panas. Di sini juga gue mengalami dilemma pertama: gue harus sebut uda apa mas? Gue sampe harus ngechat Umik tentang ini. Ternyata sebutan "uda" lebih umum. Yaiyalah!

Tadinya berencana naik taksi menuju hotel, tapi gue mengurungkan niat karena berasa kurang otentik aja. Gue memutuskan naik Bus Damri, yang harganya beda jauh sama Damri di Jakarta, padahal perjalanan dari bandara, yang ternyata terletak di Pariaman, ke hotel di Kota Padang memakan waktu 1 jam. Perasaan was-was takut nyasar gue langsung terlupakan begitu liat pemandangan sepanjang jalan. Lagi, karena kontur alamnya. Pepohonan, perbukitan, persawahan dan sungai bersanding dengan indahnya. Rasa budaya di Kota Padang juga terasa masih cukup kental, karena banyaknya gedung pemerintahan, sekolah, bahkan rumah sakit yang atap depannya masih berbentuk atap tanduk kerbau di Rumah Gadang.
Verdy si Kakak Indies!
Nggak lama setelah sampai di hotel, gue langsung dijemput Verdy, anak Creative Disc ngehits yang sekarang sibuk di mana-mana. Motoran keliling kota sambil menuhin perut dengan Soto Padang dan Es Durian Ganti Nan Lamo, Verdy banyak cerita tentang kehidupan masyarakat Padang dan kegiatannya sekarang. Btw, ingat salah satu hotel di Padang yang terkenal angker karena korban gempa 2009-nya paling banyak? Hotel itu tepat di sebelah hotel tempat gue menginap, tentunya dengan nama baru. Sedikit merinding, tapi di sekitaran hotel gue banyak Gereja, jadi semoga bisa cukup mengusir hantu! HA! Gue amazed sama angkot-angkot canggih di Padang, dengan tampilan luar yang heboh dan di dalemnya meriah dengan lampu-lampu dan sound system mewah. Katanya, banyak orang yang males naik ke angkot tertentu kalo angkotnya nggak mantap, makanya pemilik angkot berlomba-lomba menghias angkotnya. Perjalanan motoran kami berakhir dengan nontonin sunset dan orang pacaran di Pantai Padang alias Taplau (tapi lauik = tepi laut) yang mirip Pantai Losari. Gue kembali terpesona, karena saat memandang ke depan, gue bisa liat laut, tapi saat memandang ke samping, pemandangan perbukitan kembali menyegarkan mata.
Pantai Padang
Malamnya, berusaha menikmati kota Padang selama mungkin, gue ngebolang jalan kaki di sekitaran hotel. Di sini, gue nggak dapet tatapan tajam orang-orang yang bikin insecure. Padang aman, gais! Gue juga sempat mampir ke Monumen Gempa, yang mengabadikan ingatan bencana gempa besar di Padang tahun 2009. Tapi monumen ini dipenuhi anak-anak muda yang lagi nongkrong, jadi nggak terasa sedihnya.
Monumen Gempa
Day 2: Bersepeda Keliling Kota

Bunga yang baru tiba di Padang malam sebelumnya harus gue bangunkan pagi-pagi buat sepedahan keliling Padang. Senangnya, hotel tempat kami menginap, Kyriad Bumiminang, nyediain sepeda gratis yang bisa dipinjam sesuka hati! Tanpa tujuan mau ke mana, kami keliling sekitaran hotel yang belum ada kehidupan di jam 6 pagi. Bandingkan sama Jakarta dan para tetangganya, yang jam 6 pagi udah penuh emosi di tengah kemacetan. Bagian kota yang gue kelilingi entah kenapa mengingatkan gue sama Malang.
Perjalanan kami berakhir di Museum Adityawarman dan Monumen Gempa, yang memang deket banget sama hotel tempat kami nginep. Museum Adityawarman belum dibuka pagi itu, jadi kami harus puas hanya dengan foto-foto di depan Rumah Gadang. Mampir ke Monumen Gempa lagi, rasanya berbeda dengan malam sebelumnya. Karena nggak ada orang di situ, gue jadi lebih merasakan kesedihan saat bencana gempa. Di monumen itu ada puisi empat tokoh nasional yang berkaitan dengan gempa, dan ukiran yang menggambarkan perjuangan rakyat Sumbar waktu gempa besar. Ada dua tiang di sisi kiri dan kanan yang berisi daftar nama korban tewas gempa. RIP.
Museum Adityawarman
Monumen Gempa di pagi hari
Gambaran perjuangan rakyat Sumbar pasca gempa

Kami nggak bisa lama menjelajah kota, berhubung harus kembali ke bandara untuk dijemput ke Solok. Di perjalanan ke bandara, kami mampir ke Taplau, karena Bunga belum merasakan indahnya jadi remaja ngehits Padang. Kalo diliat sih, Taplau ini emang bukan pantai indah, tapi ternyata kelihatan cukup oke kalo foto di atas pemecah ombaknya.
Tourist = confirmed.
Not bad, right?
Sayangnya trip gue di Padang harus berakhir karena waktu yang terbatas. I will definitely be back one day. Perjalanan gue berlanjut di Kota Solok...

04 April 2017

Umik si Ratu Solok Menikah!


Umik Boco si Ratu Solok akhirnya menikah! Zaman kuliah dulu, kami selalu bercanda, bilang yang bakal nikah duluan di antara kami adalah Umik Muthia, dan akhirnya itu terwujud. Dia menikahi Uda Nasvi, yang ternyata orang Sumatera Barat juga. Berhubung ini Ratu Solok yang nikah, adat pernikahannya lengkap! Senang, gue bisa ikut menyaksikan hampir semuanya, dan numpang nangis di hampir semua acara.

Malam Bainai
Ini gabungan antara prosesi siraman dan pemasangan daun pacar di kuku sang calon mempelai wanita yang mirip sama Mapacci kalo di Makassar. Siramannya bukan siraman yang sampe basah kuyup kayak biasanya, tapi hanya percikan. Katanya, dulunya adat mandi-mandi ini dilakukan di sungai, tapi di zaman sekarang, mandi di sungai nggak memungkinkan, jadi hanya dilakukan secara simbolis. Muthia sang Ratu Bidadari Solok diapit keluar dari kamar sama dua saudarinya, dan setelah mandi-mandi, dia diapit kembali duduk di singgasana, dan kain alas kuning yang dia lewati dilipat sama saudara lelakinya. Katanya, ini menyimbolkan bahwa saat Umik punya anak nanti, saudaranya jugalah yang bakal ikut bertanggung jawab melindungi  anak-anaknya Umik nanti. Di sini, semua keluarga Umik antusias banget ngajak kami menyaksikan jelas prosesi adat ini.
 
Setelah itu, Umik minta izin sama orang tuanya, untuk menikahi sang uda tercinta besok. Gue, Monde dan Bunga langsung banget nangis, hati kami terlalu lembut. Setelah Umik kembali duduk di singgasana, satu-persatu orang terdekatnya dipanggil untuk memasangkan daun pacar di kuku Umik. Gue kira ini khusus keluarga, ternyata MC minta perwakilan teman-temannya untuk ikut memasangkan daun pacar. Dan siapa yang namanya disebut? Yours truly, me. Mik, I hate you but I love you so much for this. Gue langsung salting parah karena harus tampil di depan orang banyak, dan untungnya kita bisa jaga sikap, nggak ngakak genit kayak biasanya.
Antara nahan salting dan ngakak
Di akhir acara, kami membuat kegaduhan. Pas lagi bikin boomerang, suntiang kecil (?) di kepala Umik lepas karena kena tangan Monde. Yang tadinya anggun, keluarlah aslinya. Umik pake teriak melengking genit! Helah~

Akad Nikah
Status Umik dari wanita lajang menjadi seorang istri berubah dalam hitungan detik. Di sini, nangisnya lebih heboh saat Umik minta izin, dan hati makin bergetar saat Nasvi juga nangis. Saat gue, Monde dan Bunga nangis lebay (lagi), Randi, Odis dan Brimo sok menyibukkan diri supaya nggak ikutan nangis. Duh padahal mah mereka juga berhati sensitif seperti kami. Oh iya, acara ini juga dihadiri Walikota Solok. Afdol sudah status umik sebagai Ratu Solok, yang sekarang memiliki Raja. 
Para perempuan galak berhati lembut

Resepsi Pernikahan
Rame! Umik dan Uda naik kereta kuda dari rumah Umik ke gedung acara, makin terasa aura Raja dan Ratunya. Saat jalan menuju pelaminan dan bertemu mata, gue takut aja Umik ketawa melengking genit kaya biasanya. Ternyata kali ini iman Umik kuat! Kami bangga, mik. Saat kami ikutan naik ke panggung untuk ngasih selamat, langsung dong heboh ketawa-ketawa lagi. Kali ini bukan cuma sama Umik, udah ada Nasvi, anggota baru geng kami. Cipika-cipiki sama Umik membuat muka gue tertampar-tampar suntiang, tapi ndak apa, itu tamparan suntiang pertama gue. Biasanya mah tamu yang minta foto banyak sama pengantin, lah ini si Umik minta foto berkali-kali, dan minta selfie-an. Waelaaaaah mik! Kami malah rame ngobrol di atas pelaminan macam nongski anak remaja, lupa masih ada antrian tamu. "Sebentar lagi mama balik bawa adek ya." kata Umik. Waelaaaaah mik~
Baju couple.
Di rangkaian acara pernikahan ini, kami merasakan kebaikan semua keluarga umik. Baik banget! Dari yang antusias ngajak kami ngeliat seluruh proses adatnya, sampe mengkhawatirkan kehidupan kami selama di Solok. Bahkan di atas pelaminan saat resepsi pernikahan, orang tua Umik masih memikirkan gimana kami pulang dari Solok. Di sela-sela semua acara, Umik juga rajin ngechat di waktu luangnya, nanyain apakah kami baik-baik aja dan kami kelaparan atau nggak, padahal mestinya dia cuma fokus sama acaranya. Terharu!

Dear Umik, I wish you an endless happy life. Thank you for being so kind and for being my friend. Semoga setelah menikah, kebocoan lo abadi.
Dear Nasvi, I know you're a great man and you're married to a great woman. I believe you will love and protect her every single second. Kalo Umik manja, kasih Shihlin aja, pasti langsung kalem.

Notes:
- Boco = Gila. Entah ini beneran bahasa Minang atau hanya karangan Umik. Nggak ada yang pernah tahu.
- Umik bukan Ratu Solok sungguhan. Tapi dia selalu mau dipanggil Ratu. Tapi dia nggak kayak Ratu. Tapi katanya dia Bidadari juga. Tapi dia juga nggak kayak Bidadari. Tapi dia cocok jadi Ratu Solok. Tapi entah kenapa gue merasa perlu meluruskan hal ini.