17 July 2017

CNBLUE Live in Indonesia: Outta This World!

cr: Alexander Thian

Hello! A love-drunk fangirl here! Gue akhirnya nonton CNBLUE! (I literally just squealed while writing that sentence.) Gue masih histeris. Hati dan otak gue saat ini membara merindukan Yonghwa, Jonghyun, Minhyuk dan Jungshin. Setelah guling-guling teriak-teriak waktu CNBLUE ngumumin bakal konser di Jakarta, gue langsung tancap gas beli tiket begitu penjualan tiket dimulai. Gue beli kelas yang paling murah, Silver, dengan niat akan beli tiket paling dekat panggung saat di Bangkok nanti. Ya, gue akan nonton CNBLUE dua kali. Gue segila itu. Dengan venue di ICE BSD yang segede cintaku pada Minhyuk, gue bertekad akan bawa teropong supaya bisa lihat Minhyuk dengan jelas. Teleskop kalo bisa.

Beberapa hari sebelum konser, keajaiban yang membahagiakan tiba. Creative Disc bakal ngeliput, dan liputannya dari kelas VIP! Gue tentu paling pertama mengajukan diri tanpa ragu dan malu. Oh God is this what they call jodoh?! Hari H, gue mendadak ajak Rima dan Indah untuk nonton, berhubung tiket gue lebih. Mereka di kelas GOLD, gue di VIP, sendirian. Sebenarnya gue segan berada di tengah fans K-pop, berasa newbie. Apalah gue sepicis fans karbitan. Saat masuk venue, sebagian penonton udah heboh sama alat perang masing-masing. Lightstick, banner, foto-foto, apapun itu yang berhubungan sama CNBLUE. Lah gue? Bawa kipas tangan yang dikasih gratisan sama fanbase CNBLUE4INA aja udah seneng. Awalnya gue agak was-was dengan kinerja promotor, karena banyak yang marah-marah waktu mereka ngadain konser BTS. Ternyata semua berjalan lancar jaya. Nggak ada kendala.

Begitu CNBLUE tampil di panggung, adrenalin gue meroket. Oh iya, gue dapet bagian di depan Jungshin, padahal gue berharap dapet di depan Jonghyun aja. Tak apalah, ternyata Jungshin rajin mendekat ke lidah panggung. Seriously, the show was so freaking awesome! Di lagu pertama aja, confetti udah bertebaran. Gue sedih jauh dari Minhyuk yang selalu ketutupan drum. Yonghwa si mas-mas petakilan, nggak pernah berhenti bergerak. Saking nggak bisa diam, baru beberapa menit konser mulai, dia jatuh pas abis berdiri di pianonya! Ada sedikit kecemasan, takut dia kenapa-napa (perhatian kan?!), eh ternyata dia langsung berdiri sambil ketawa, trus lanjut heboh lagi. Duh mas! Sebelum ngebawain You're So Fine, Yonghwa bilang "Ini untuk cantik Indonesia!" Tolong ya mas, Berhenti menggoda imanku!
Terpampang nyata!
Dengan Bahasa Inggris yang cukup fasih, CNBLUE interaktif banget sama penonton. Bahkan mereka ngucapin beberapa kalimat berbahasa Indonesia. Nggak cuma "Aku cinta kamu!" kayak template artis yang konser di Indonesia biasanya. Ini banyak kalimat!  "Apa kalian kangen kami?" Kata Yonghwa sambil lihat contekan. Yang lebih menggetarkan hati, mereka semua memperkenalkan diri pake bahasa Indonesia dong! Jungshin udah kayak MC pensi waktu teriak "Mana suaranyaaaaaa?!" Kyaaaa! Di konser ini, Yonghwa dan Jungshin yang paling sering nyapa penonton. Duh Jungshin mulai menggelitik hati! Hati gue emang gampang tergelitik.
Aku tergoda Jungshin~ (cr: Alexander Thian)
Jonghyun lagi ena~

Kelas VIP ternyata nggak penuh, jadi penonton bebas berlarian kesana-kemari, ngikutin pergerakan member CNBLUE keliling panggung. Gue salut sama konser K-pop. Harga tiketnya memang bikin menangis, tapi visual panggung yang mereka kasih oh my luar biasa seru! Biasanya konfeti baru aktif saat konser berakhir. Di sini, konfetinya beraksi berkali-kali, bikin suasana makin meriah. Sound mereka juga bagus, nggak sember di telinga, padahal gue di dekat speaker. Posisi gue dekat lidah panggung tengah, jadi gue bisa liatin wajah member CNBLUE dengan jelas, kecuali Minhyuk saat itu, padahal dia yang paling gue nantikan. Gue bahkan yakin, untuk sesaat, gue ketemu pandang sama Jonghyun. Tapi sesuai teori Roy Kim, saat lagi tampil, lihat aja ke satu arah, otomatis orang di radius satu meter akan berasa diliatin juga. Gue seneng banget setiap kali Yonghwa, Jungshin dan Jonghyun nyamperin Minhyuk dan jejogetan di belakang dia. Minhyukku ndak kesepian lagih!
Yonghwa si mas-mas petakilan. (cr: Alexander Thian)
Seriously, Yonghwa?! Ternyata dia tiga kali jatuh! Pertama jatuh dari piano pas ngebawain Radio. Kedua, dia jatuh dari lidah panggung bagian Jungshin. Jadinya dia digiring body guard untuk kembali naik ke panggung di sisi berlawanan. Lumayan banget, dia sambil nyapa penonton di bagian depan. (Edit: Ternyata Yonghwa nggak jatuh guys! Mungkin gue yang jatuh. Jatuh cinta.) Ketiga, dia terpeleset pas bawain Between Us. However, nothing stopped him. 23 lagu dibawakan, tanpa berhenti petakilan, dia masih sanggup nyanyi dengan stabil. Gue heran, energi dia dapat dari mana, nggak ada habisnya! Nggak pake ngos-ngosan pula! Yonghwa is also probably the most relatable member to sing Despacito. Dia berusaha nyanyi Despacito, like the rest of us. "Despaaaacito dgfukwhefeljw despacito fjhwelfhwei." Serah lo ae bang! Kenapa gue lebih banyak cerita tentang Yonghwa, padahal favorit gue itu Minhyuk? Karena Yonghwa anaknya banyak gaya, sedangkan nggak banyak yang bisa diceritakan dari Minhyuk. Gue cuma bisa lihat wajah dia dengan jelas dari layar. Sosadlah!
Cuma dari layar (cr: Indah)
Saat udah beberapa lagu terakhir, berdasarkan contekan konser di Singapura, gue ambil posisi tepat di depan lidah panggung tengah, karena mereka akan membawakan Manito secara akustik. Itu satu-satunya saat gue bisa lihat Minhyuk dengan jelas. Dan yes! Gue rasanya pengen terus lompat-lompat ngeliatin Minhyuk, apalagi dia dan Jungshin kebagian nyanyi. Bikin makin girang! Leher gue sampe sakit karena harus terus mendongak ke atas panggung. Namun melihat Minhyuk, gue rasanya melihat cahaya surga. Gue bertekad untuk puas-puasin memandang Minhyuk dalam beberapa menit yang berharga itu, meskipun beberapa kali gue curi pandang ke Jungshin. Berasa selingkuh. Anyway, mereka berkali-kali sebut "Jakarta." Salah tempat kali! Itu konsernya di Tangerang, bukan Jakarta...
Akustikan Manito
Waktu konser selesai, gue berasa hampa. Now what? Saat ini, kalo dengerin CNBLUE di Spotify, gue memejamkan mata dan langsung kebayang wajah Jonghyun yang tebar pesona, sadar banget dia member paling ganteng di CNBLUE, juga Jungshin yang kebanyakan nyengir. Kebayang juga wajah berkeringat Yonghwa dengan segala ekspresi dan tentunya, my ultimate oppa, Minhyuk, dengan ekspresi senyum-senyum pemalu. Their music is no joke! Their performance is outta this world!

Kurang dari sebulan lagi, gue akan kembali nonton mereka di Bangkok. Bagaimana gue bisa melalui masa-masa kerinduan akan CNBLUE ini? God help me.
Meriah! Ini confetti apa kepingan hati gue?!
(Read: CNBLUE: Overload)

Penonton dadakan.
Ketemu Alex!

08 July 2017

Filosofi Kopi 2: Untuk Yang Butuh Kehangatan

Thanks to Kakak Ery, kali ini gue ikutan event lagi, penayangan perdana Filosofi Kopi 2 di XXI Trans Studio Mall Makassar, dan kali ini rasanya lebih ringan. Kakak Ery selalu ngenalin gue dengan "Dia blogger juga." Rasanya kayak menerima identitas baru. Selama ini, gue nggak pernah mengaku sebagai seorang blogger, karena gue memang hanya sepicis tukang curhat. Di blog.
Baru tiba di XXI, gue syok. Buset ini ada apaan rame banget?! Banyak orang teriak-teriak. Ternyata tiga pemain Filosofi Kopi 2, Rio Dewanto, Luna Maya dan Chicco Jerikho lagi diwawancara di depan bioskop. Situasi makin heboh saat ketiga aktor itu menuju studio 1 yang diikuti teriakan orang-orang yang sibuk lari-lari ngejar mereka sambil foto-foto. Ini kedua kalinya gue menghadiri premier film, dan kali ini kurang berasa "premier"-nya tanpa karpet merah dan aktor yang dress up heboh. Bahkan Luna Maya aja pake baju model piyama, enak banget pulang-pulang tinggal bobok! Yak, maafkan gue yang nggak ngerti fesyen ini. Fesyen bagi gue adalah baju apa yang ada di tumpukan paling atas di lemari, itulah yang gue pakai.
Sejuta umat
Adegan pengejaran artis
Gue agak terlambat masuk bioskop. Pas masuk, ketiga aktor sudah berbicara tentang film mereka, seperti biasa, "Semoga suka," " Semoga penonton Makassar heboh," yadda yadda yadda. Makassar jadi salah satu lokasi syuting mereka lho! Gue jadi penasaran gimana orang Makassar yang terlibat di film itu, apakah mereka menggambarkan orang Makassar sesungguhnya. Di film Athirah, gue agak kecewa karena nggak ada yang ngomong sambil teriak-teriak. Cobain deh ikutan orang Makassar ngumpul. Lo mungkin ngira mereka lagi berantem karena semua bersahutan dengan nada tinggi. Padahal emang begitu cara mereka bicara. "Mereka?" Ya, meskipun gue orang Makassar, ternyata cara pembawaan diri gue malah kayak orang Jawa yang kalo ngomong hampir nggak kedengeran. Jangan percaya kehebohan gue di internet, guys! *sungkem

Oke, si tukang curhat lupa diri, balik lagi ke acara. Saat credits awal muncul, gue sedikit berasa akrab karena ada logo Iflix berhubung film ini produksi Iflix. Teman gue banyak yang kerja di Iflix dan media sosial gue selalu penuh sama kegiatan seru Iflix. Oke. No problem. Itu biar kelihatan punya temen aja. Hati gue bergemuruh saat lihat nama Pak Gita Wirjawan yang jadi produser eksekutif film ini. Ngefans berat!

Meskipun belum nonton Filosofi Kopi pertama dan belum baca bukunya, ternyata film ini bagus dan nggak bikin gue bengong bego. Film ini menjadikan kopi sebagai objek utamanya dan bercerita tentang pasang-surut Ben dan Jody yang membangun lagi kedai kopi mereka di Melawai, plus ekspansi ke Yogyakarta. Dengan Ben yang ambisius dan Jody yang lebih nyantai, film ini menggambarkan dengan ringan perkembangan karakter mereka yang tadinya saling egois jadi saling menyesuaikan. Bukan mengubah diri, tapi menyesuaikan. Ada juga Brie, barista lulusan jurusan ilmu pertanian luar negeri yang awalnya bikin gue kesal karena diem aja dimarahin Ben. Gue mulai suka waktu dia ngelawan balik. Yes! That's my gurl! Anyway, gue nggak nyangka ternyata akting Luna Maya bagus! Di film ini dia jadi Tarra, investor kedai Filosofi Kopi. Akting mereka semua natural, dan adegan cinta-cintaannya nggak pake awkward dan cringey dan norak. It happens so naturally. Gue suka sama kata-kata kasar yang diucapkan Ben dan Jody, because that's what best friends do. Saling berkata kasar. Namun ada yang mengganjal. Entah gue yang aneh apa gimana, tapi sebutan "aku-kamu" itu rasanya terlalu intim untuk hubungan pertemanan atau kolega. Andaikan Ben dan Jody bisa pake "gue-lo" atau "saya-kamu" ke Brie dan Tarra, mungkin gue bisa lebih tenang. Sayangnya para aktor tadi nggak ikutan nonton, jadi nggak bisa ngejek mereka, kayak waktu premier filmnya KOTAK yang gue hadiri dulu. Kisah mereka menghangatkan hati tapi juga menampar! Berkali-kali gue berkata dalam hati "I want a friendship like what Ben and Jody have." Apalagi saat adegan Jody ikutan angkat keranda jenazah bapaknya Ben. Cryyyy! Gue merasa tertampar di awal film saat Ben bilang "Kita emang nyaman, tapi kita gini-gini aja." Tertampar kanan kiri atas bawah barat barat laut utara timur laut.
Konsentrasi. Pasti di depan layar ada orang.
Anyway, ada yang nggak bisa berenti gue pikirin, yaitu adegan Rio Dewanto cuci muka pake Pond's. Penempatan produknya mirip sama cara syuting drama Korea, kayak kalo tokohnya nongkrong di SUBWAY, nelpon pake Samsung atau motret pake Canon, produknya disorot beberapa detik lebih lama. Gue cuma khawatir Rio mengeluarkan kalimat iklan kayak yang pernah gue tonton di sinetron Indonesia.

Cowok: "Aku kasih air ini untuk kamu, karena air ini ada manis-manisnya. Kamu tahu kenapa air ini bagus untuk kamu?"
Cewek: "Kenapa, mas?"
Cowok: "Karena air ini diambil dari air pegunungan."

Kesel bat guaaa! Serah lo ae dah!

Filosofi Kopi 2 ini layak ditonton, meskipun bagusnya nggak bikin hati bergemuruh. Film ini bagus dan menghangatkan hati (siapa tahu ada yang lagi butuh kehangatan), sehangat secangkir kopi, kecuali yang lebih suka kopinya dingin kayak gue. Dialog dan akting para karakter yang natural dan nggak norak-lah yang paling menarik buat gue. Soal cerita, biasa aja. Twistnya juga nggak begitu pelik dengan ending yang nggak bikin kaget. Film ini memang nggak mengguncang jiwa raga, tapi kalo lo butuh film ringan yang penuh kehangatan dan nggak pake norak, this one's for you.

06 July 2017

Bubur Pasir di Tanjung Bira

Setelah ngiler lihat Instagram sejak 2015 lalu, pasca lebaran 2017, kami sekeluarga mengucapkan Selamat Tahun Baru melancong ke Tanjung BIra. Sejak perencanaan sampe hari H, cuma gue yang excited, emak, bapak dan adek gue malah biasa aja. "Ada apa emang di sana? Pantai doang kan?" Sedih gais! 
Chasing sunset
Menurut pengalaman orang di internet, Makassar-Tanjung Bira bisa ditempuh dalam waktu 4-5 jam perjalanan, tapi waktu tempuh kami malah 7 jam, karena mampir dulu di rumah kakaknya Emak di Bantaeng. Kota kecil ini ternyata bagus! Banyak pemandangan padang rumput dan yang bikin terpesona, banyak pemandangan sawah yang sebelahan sama laut. Baguuuussss! Rasa Bantaeng juga kayak di Bandung. Rute Makassar-Bira nggak susah, karena cuma lewat satu jalan poros, tapi kami sempat secara random malah masuk ke pasar dan mobil stuck di pasar itu. Damn you Google Maps! Orang-orang yang bantuin mobil kami bebas dari jebakan pasar, semuanya berbahasa Bugis. Untung ada emak yang jadi penerjemah. Oh iya, mulai dari Jeneponto, banyak kuda yang sibuk makan di rerumputan, yang bukannya akan dijadikan hewan transportasi seperti biasanya. Kuda-kuda itu harus bersiap disembelih untuk jadi bahan Coto. Yes, gue jarang lihat Coto daging sapi di Jeneponto, sebagian besar Coto Kuda.
Pemandangan dari lobby
Setelah perjalanan ke ujung dunia itu, tibalah kami di Tanjung Bira dengan biaya masuk 75 ribu rupiah untuk empat orang. Oh iya, di daerah sini agak jarang ada restoran, makanya emak heboh bawa bekal lauk sisa lebaran. Bahkan kalo nggak disetopin, emak sampe mau bawa kaleng kerupuk dong! Anyway, kami nginep di Same Resort, karena beberapa penginapan yang gue taksir udah penuh. Resort ini punya akses langsung ke Pantai Bira. Saat baru masuk ke lobby, gue langsung bisa melihat laut dan menikmati suara deburan ombak. Ulala, gue siap menikmati liburan di private beach. Setelah istirahat sebentar, gue dan adek menuju pantai dan...

zonk.
Reality
Banyak banget orang! Yaelah ini mah Ancol!

Meskipun banyak kerumunan orang macam konser, gue akui pantai ini bagus banget, gue hanya datang di saat yang nggak tepat. Dari pinggir pantai langsung kelihatan air laut yang bening dengan gradasi warna tosca dan biru tua. (Gue harus ngegugel dulu, tosca itu apa. Praise me!) Kalo baca blog orang yang bilang pasir pantainya lembut banget kayak bedak, gue semacam skeptis. "Bukannya emang pasir putih di pantai itu lembut?" Pikir gue dengan sombongnya. Saat merasakan langsung kelembutan Downy pasirnya, ternyata beneran lembut banget! Kalo diinjak, pasirnya jadi berasa kayak bubur. Melihat air laut yang cantik dan ombak yang nggak begitu besar, gue, bapak dan adek  langsung nyebur, kesenengan mainan ombak. Gue merasa kayak di dongeng, karena saat itu habis hujan dan ada pelangi yang membentang di pulau seberang. 
Rainbow by the ocean
Sayangnya berenang di pantai Tanjung Bira ini nggak asyik. Serius. Rasanya terganggu sama kapal-kapal dan segala permainan laut kayak banana boat. Saat berenang, gue selalu khawatir ketabrak speedboat. Berenang di pinggir juga tetap nggak nyaman, karena selalu disuruh minggir sama speedboat yang mau parkir. Garis pantai Tanjung Bira ini cukup panjang, kenapa nggak dipisahin aja sih tempat parkir speedboat dan tempat orang berenang di laut? Di sini juga banyak banget sampah. WHY, people?! Padahal kalo pagi, ada petugas yang angkat sampah-sampah di pantai. Gue kesel sama yang buang sampah sembarangan. Gue bahkan nemu popok bayi kotor di pantai. WHY?! Memang sih di pantai ini jarang ada tong sampah. But please don't be stupid and ignorant and selfish!
Bubur pasir
WHY?! WAE?! DOUSHITE?!

Anyway, sejak awal gue ngebet banget snorkeling di Pulau Kambing. Sayangnya keinginan gue yang itu nggak bisa dipenuhi, karena langit selalu mendung, nggak bagus untuk snorkeling karena keindahan bawah lautnya nggak akan kelihatan jelas. Lagipula, saat gue nanya berapa harga nyeberang ke Pulau Kambing untuk snorkeling, harganya... wait for it...

1,5 juta rupiah. WTF?!

Katanya sih karena lagi musim liburan. Nope. Thanks. Bye.
Pantai Bara

Pantai Bara. Bukan Gili Trawangan.
Setelah gagal snorkeling, gue jadi semangat buat ke Pantai Bara yang masih segaris sama Pantai Bira. Jalanan ke Pantai Bara ini nggak banget. Melewati pepohonan yang sepi, jalanannya kecil dan rusak parah. Harus berjuang minggir kalo ketemu kendaraan dari arah berlawanan. Gue jadi mikir, dear everyone in South Sulawesi, tempat kalian ini indah banget, tapi sedih karena nggak didukung sama sarana-prasarana yang memadai. Sudahlah cukup bangun mall di Sulsel, lebih baik perbaiki semua tempat wisatanya.

Untungnya Pantai Bara ini ternyata jauh lebih bagus dari Pantai Bira. Gue jadi nyesel, kenapa berenangnya nggak di Pantai Bara aja? Pantainya sepi dan lebih bersih. Speedboat yang parkir juga sedikit. Lesson learned. Kalo mau berenang, nggak usah di Pantai Bira. Lebih baik di Pantai Bara. Di sini banyak warung yang menyediakan tempat buat bilas, seharga 10 ribu rupiah.

Dari semua unggahan di Instagram, gue paling naksir sama Tebing Apparalang, yang letaknya di luar area Tanjung Bira, berjarak sekitar 12 kilometer. Dalam perjalanan pulang, kami berniat mampir. Jalanannya kecil dan sepi, tapi mulus. Jalanannya mulai jelek di satu kilometer terakhir. 400 meter menuju lokasi, kami memutuskan putar balik. Saat itu kondisinya hujan dan mendung berat, sedangnya ada tikungan yang menurun tajam, agak berbahaya untuk dilewati mobil. Gagal sudah rencana ke Tebing Apparalang. Safety first, people! Mungkin itu bisa dijadikan alasan untuk kembali ke Bira lain kali.

Tips bagi yang mau ke Bira:
1. Di sini cuma ada jaringan ponsel 3G Telkomsel.
2. Bawa bekal. Di sini jarang ada rumah makan. Kebanyakan cuma warung mie instan.
3. Kalo cuma punya waktu sedikit, nggak usah ke Bira, ke Bara aja. Atau pantai sekitarnya selain Bira.
4. Kuatkan bokong untuk perjalanan jauh.
5. Jangan buang sampah sembarangan. Hormati alam!
6. Have fun!

02 July 2017

Seohyun dan Temannya di Gili Trawangan.

Gubuk manis kesayangan
Mumpung SNSD belum sibuk persiapan comeback dan bikin album baru, salah satu anggotanya, Seohyun dan temannya, Ji Eun Tak yang sedang menunggu Kim Shin, memilih liburan dulu ke Gili Trawangan.

Tapi sayangnya itu cuma imajinasi. Muehehehe! Ada beberapa momen khusus di Gili Trawangan yang gue dan Monde alami, dan entah udah berapa juta kali kami berulang-ulang ngebahas momen ini.

1. Orang Asing di Warung Warna
 
Warung fancy
Malam itu, gue dan Monde nggak begitu pengen makan nasi, jadi kami memutuskan untuk nyari pizza. Mata kami tertuju pada Warung Warna, entah kenapa. Namanya emang "warung", tapi bentuknya malah kayak restoran outdoor fancy. Lagi-lagi, cuma kami pelanggan orang Indonesia yang makan di sini saat itu. Saat kami masuk, kami disapa dengan ramah sama petugasnya. Lagi nunggu makanan, tiba-tiba ada seorang lelaki yang ikutan duduk di meja kami, ngajak main domino. Awalnya gue dan Monde agak takut, takut dihipnotis atau ditipu. Kami mulai relax saat semua petugas Warung Warna bercanda akrab sama orang ini. Salah satu petugas bahkan bilang "Mbak, kalo dia kalah, minta makanannya nggak usah bayar!" Akhirnya kami kenalan. Nama orang itu Ricky, dan nama ibunya juga Monica. Kami jadi main domino beberapa ronde sambil ngobrol seru yang sering ditimpali petugas di pantry. Di akhir permainan lelaki itu mengaku "saya manajer restoran ini." Laaaaah! Hahahaha! Waktu itu lagi hujan dan sedikit berpetir. Salah satu petugas yang dari tadi paling berisik dan paling kocak datengin meja gue dan Monde dengan muka serius: "Mbak, saya takut petir." Laaaaah pake curhat dulu! Kocak! Selain makanannya yang enak, keseruan petugas restoran ini jadi pengalaman yang menyenangkan selama kami di Gili!

2. Dikira Turis Asing
Selain warga lokal, memang gue jarang lihat turis Indonesia yang menginap di Gili Trawangan. Biasanya mereka nginep di Lombok dan cuma mampir di Gili Trawangan waktu siang. Karena itulah kami cuma ketemu turis asing selama di penginapan dan restoran. Saking jarangnya turis Indonesia, dua kali gue dan Monde dikira turis asing. Waktu jalan kaki di malam pertama kami di Gili Trawangan, tiba-tiba ada warga lokal yang nyapa. "Sedang pusing-pusing ya?" Gue dan Monde bengong. Sambil ngecek kepala masing-masing apakah kami lagi pusing tapi nggak nyadar. (?) "Oh orang Indonesia ya?" kata orang itu waktu dia nyadar gue dan Monde cuma bengong sambil senyum awkward. "Saya kira orang Malaysia. Makanya tadi saya tanya. Pusing-pusing maksudnya keliling." YAELAAAAAH!
Besoknya, kami ikutan snorkeling di Gili Air dan Gili Meno. Saat kami naik ke perahu dan petugasnya dengar gue dan Monde ngomong Bahasa Indonesia, petugas itu malah bilang "Mbak, tadi saya kira orang Korea." Saat itu juga gue merasa mirip Seohyun.
Seohyun dan teman-temannya lagi snorkeling
3.Nggak Punya Teman! :(
Common area
Saat baca review di Trip Advisor tentang Gili la Boheme Sister, banyak cerita seru yang bilang mereka dapat teman baru. Gue dan Monde jadi optimistis bakal dapat banyak teman juga. Memang, hari pertama di sana, kami ngobrol panjang lebar sama satu ahjussi asal... Prancis, mungkin. Di penginapan ini memang ada dapur dan common area yang dijadikan tempat nongkrong para pelancong. Malamnya, gue dan Monde bertekad akan nimbrung. Oke, kami dengan pedenya langsung ke common area, yang udah ada lingkaran turis asing lagi bercengkrama. Gue dan Monde duduk di dekat mereka dengan awkward, nggak enak memotong obrolan mereka, jadi cuma nunggu ada yang ajak kami ngobrol. EH NGGAK ADA DONG! Setelah setengah jam duduk di sana, kami akhirnya berpindah ke dapur. Di penginapan itu ada dapur yang bisa sesukanya bikin pancake. Selama di dapur, kami juga bingung mau ngapain. Mau bikin pancake, nggak tau caranya. Mau ngajak orang asing ngobrol, kami canggung. Akhirnya kami juga nggak ngapa-ngapain! Cita-cita kecil kami untuk punya teman baru musnah sudah. Kami memang hanya ditakdirkan berdua. Seohyun sedih.

4. Everything in Gili Trawangan
JUST. EVERYTHING. 

I miss Gili Trawangan so freaking much. Doakan Seohyun cepat kembali ke Gili Trawangan ya guys!

(Read: Memori Penuh Warna di Gili Trawangan)

Memori Penuh Warna di Gili Trawangan


Maret 2016 lalu, gue dan Monde melakukan perjalanan yang memorable, bikin baper sampai sekarang. Selama seminggu, kami keliling Bali dan Tiga Gili (Trawangan, Air, Meno). Kenapa baru gue tulis sekarang? Dulu nggak kepikiran buat masukin cerita trip gue di blog. Dan barusan juga denger Love Yourself-nya Justin Bieber yang jadi anthem selama di Gili. Di Bali, kami sibuk beach hopping, keliling dari satu pantai ke pantai lain, sedangkan di Gili, trip kami lebih nyantai, kebanyakan ngademnya, yang ternyata justru jadi yang paling memorable.

Setelah naik fast boat dari Bali ke Gili Trawangan dalam waktu sejam, kami tiba di Gili dan langsung dijemput Mas Andre, dengan quote terkenalnya; "Nggak enak punya rambut gimbal, gatel! Kalo keramas harus pake peditox." Diantarlah kami ke penginapan kami, Gili la Boheme, berkat review di Trip Advisor yang bikin ngiler. Ini bukan hotel, tapi semacam gubuk lucu. Tiba di Gili la Boheme, ternyata bookingan kami belum dikonfirmasi Traveloka, dan penginapan itu udah full booked. Crylah! Kami dioper ke Gili la Boheme Sister. Entah sister tertua apa termuda. Kami jalan kaki sekitar 700 meter dengan ransel yang beratnya kayak anak bayi baru lahir. Kembar tiga. Gue jadi bantet begini, padahal dulu tinggi gue macam Gigi Hadid. Awalnya gue dan Monde jiper karena hanya kami orang Indonesia yang nginep di Gili la Boheme Sister, takut rasis. Eh ternyataaaaa kami malah diperlakukan dengan sama istimewanya dengan para bule. Di sana ada Aidit yang ngeblast Justin Bieber - Love Yourself sepanjang hari. Karena itulah kalo dengar lagu ini, gue berasa lagi di Gili Trawangan.

Gubuk manis kami
Berhubung di Gili Trawangan nggak ada kendaraan bermotor, gue dan Monde cuma jalan kaki nyantai keliling pulau. Suasana malam hari di Gili Trawangan menyenangkan banget, nggak berasa lagi di Indonesia! Kalo Legian dipenuhi musik EDM, di Gili Trawangan kami jadi akrab sama musik reggae, makanya selama jalan kaki di Gili Trawangan, kami jalan sambil enjot-enjotan. Kami juga mampir ke Night Market di ujung pulau yang menyediakan banyak jajanan, tapi kami cuma ngiler sama sate seafood. Sayangnya mahal! Setusuk sate harganya 25 ribu. Tapi dengan suasana multikultural yang menyenangkan, tak apalah menggali dompet sedikit lebih dalam. 

Di Gili la Boheme Sister, ada papan absen kalo mau ikutan snorkeling dan island hopping besoknya, seharga 100 ribu per orang. Tinggal tulis nama, besoknya tinggal berkumpul di lobby penginapan. Di hari snorkeling, kami ketinggalan perahu karena salah informasi, tapi pihak Gili la Boheme yang baik hati cariin kami perahu lain supaya snorkeling kami tetap jalan. Saat snorkeling, gue terpesona! Terumbu karangnya warna-warni, banyak kelompok ikan-ikan yang lucu banget, dan kami sempat ketemu penyu. Selama snorkeling, rasanya kulit gue gatal. Gue kira karena air lautnya terlalu asin (gue memang cerdas), ternyata gue kena makhluk bernama sea lice, semacam larva ubur-ubur. Saat kembali naik ke perahu, ternyata semuanya juga merasakan gatal. Gue dan Monde (dan Aidit) tentu berkulit paling kuat, kulit Indonesia. Saat para bule mengeluh "OMG I feel like being electrocuted!" kami bertiga cuma "Ini kayak digigit nyamuk ya." Orang Indonesia memang setrong.
Warna karangnya nggak kelihatan di kamera :(
Kami mampir makan siang di restoran Gili Air dan petugas restorannya harus banget nanyain gue dan Monde "Mbak masuk rombongan bule-bule ini?" MENURUT ELOH?! Gue dan beberapa mbak bule pesan nasi goreng yang menurut gue nggak enak, padahal harganya 50 ribu. Crylah! Tapi para mbak bule berkali-kali "Wow this is so tasty!" Gue bangga. Yang menurut gue nggak enak, mereka malah suka. Duh mbak, mari sini saya traktir nasi goreng gerobak pinggir jalan. Tiga porsi!

Di hari ketiga, kami harus meninggalkan Gili Trawangan dan rasanya sedih banget, beneran! Saat nunggu kapal di dermaga, gue dan Monde menggalau bersama dan berjanji suatu hari akan ke Gili Trawangan lagi. We'll be back!

(Read: Seohyun dan Temannya di Gili Trawangan)