22 September 2017

Gegar Budaya di Kampung Halaman Sendiri

Akhir tahun 2016 sampai pertengahan tahun 2017 lalu, gue menghabiskan sebagian besar waktu gue di Makassar. Gue pikir, sebagai manusia yang lahir dan punya banyak keluarga di sana, juga familiar dengan budayanya, gue akan bisa survive dengan mudahnya. Ternyata itu nggak sepenuhnya terbukti. Sebenarnya nggak bisa disebut gegar budaya juga sih, tapi dengan konsep yang sama, ada beberapa momen yang bikin gue cengo, heran, emosi, sampai trenyuh. 

Note: post ini sama sekali nggak dimaksudkan untuk menyinggung atau merugikan siapapun, tapi memang cuma sebagai curhatan si penulis blog tak berfaedah ini.

Colek-Colekan

Dasar si anak malas, paspor expired nggak diurus, sampe kelabakan waktu harus mendadak ke luar negeri. Karena nggak sempat urus di Jakarta, gue akhirnya urus di Makassar. Lagi duduk di ruang antrian dengan alat perang lengkap, tiba-tiba gue dicolek dengan lumayan keras yang cukup bikin kaget. "Pulpen ta' dulu!" Selama sepermili detik, gue cengo. Dengan salting, gue kasih deh pulpen gue. Rasanya beda banget dengan kondisi yang biasanya minimal "Mbak, boleh pinjem pulpen nggak?" Tanpa colekan keras. Itu hari ketiga gue di Makassar, dan gue menertawakan diri sendiri yang mengalami gegar budaya di kampung halaman.

Soal colek-menyolek, gue mengalami kejadian tak mengenakkan di Jalan Somba Opu. Fyi, Jl. Somba Opu itu dipenuhi toko emas yang bikin gue selalu terkesima dengan kilaunya, padahal gue bukan pecinta perhiasan emas. Pas lagi nemenin emak benerin cincin, gue duduk di bangku dalam sebuah toko emas, lalu ada anak cowok pengamen datang dan mulai nyanyi di sebelah gue. Usianya sekitar 10 tahun. Berhubung gue nggak bawa apapun termasuk uang, gue bilang "Maaf ya" ke anak itu supaya dia pergi. Tapi dia nggak berhenti nyanyi, eh malah nyanyi sambil colek-colek seluruh badan gue! WTF?! Gue langsung kabur, naik ke mobil. Soal pengamen, di Makassar ini cukup serem. Siap-siap aja ada wajah yang nempel ke jendela mobil lo saat lagi di lampu merah. Atau anak kecil yang sampe pengen ikut naik ke atas mobil dan baru pergi saat dikasih uang, seperti yang gue alami di Jl. Irian.

Jl. Somba Opu
Lalu Lintas, Hidup Mati Sudah Diatur

Maaaan! I love Makassar so much, but I really hate its traffic! Gila! Saat lo pikir berkendara di Jakarta itu bikin stres karena macet, cobalah berkendara di Makassar. Serius. Sebagian besar orang berkendara nggak ngikutin garis di jalanan. Soal salip menyalip? Suka-suka lo aja, jalanan milik Allah. Belok gak pake lampu sen atau lawan arah? Nggak usah klakson, dia yang salah, tapi pasti lebih galak. Mau tiba-tiba belok kanan padahal lagi di lajur kiri? Silakan, hidup mati udah ada yang ngatur. Gue bahkan pernah stuck hampir 15 menit di perempatan Jl. Rusa karena mobil dari segala arah nggak mau ngalah, padahal udah ada lampu lalu lintas. Penyebabnya? Mereka nggak ngerti konsep lampu kuning. Kalo lagi berkendara sama adek, entah berapa juta kata-kata kotor yang keluar dari mulut kami.

Duduk Nggak Beraturan di Bioskop

Ini gue alami waktu screening Filosofi Kopi 2 di Trans Studio Mall. Selama gue menghadiri acara serupa di Jakarta, semua orang selalu ngikutin nomor bangku yang ada di tiket, walau harus berpisah dengan temannya. Nah, di acara ini gue sempat syok karena meskipun udah dapat tiket beserta nomor bangkunya, semua orang duduk sesuka hati. Gue kaget karena bangku gue udah ada yang nempatin. Tapi sepertinya itu udah lumrah di sana, gue jadi harus duduk ngasal juga walau dengan hati yang terganjal dan memikirkan "Why am I doing this?!"

Straightforward

Ini hal yang bikin gue trenyuh, tapi kadang juga risih. Emak gue sebagai orang Makassar tulen, masih suka banget mempraktikkan ini. Saat lagi di restoran dan emak suka banget makanannya, dia pasti memuji si pemilik restoran atau saat bayar di kasir. Aksi sederhana, tapi sangat membahagiakan bagi para pekerja di restoran itu. "Mie ayamnya enak. Tetap begini ya, kebersihan juga terus dijaga." atau "Biasanya saya nggak habis kalo makan beginian, tapi di sini saya malah pengen nambah." Atau kalau makanannya nggak terlalu luar biasa, emak biasa ngajak kasir/pemiliknya ngobrol santai.

Tapi saat ada yang mengganjal, emak suka banget protes! "Mas, ini kuahnya kok kurang panas?" atau "Asin banget ya?" dengan keras supaya didengerin. Gue suka protes dengan kebiasaan protes ini (?) Tapi kata emak, itu justru membantu restorannya biar meningkatkan kualitas. Memang benar sih. Tapi tetap aja gue risih. Entah ini baik atau buruk, tapi saking cueknya gue, kalo enak ya syukur, kalo nggak enak ya udah nggak usah ke situ lagi. Wk.
 

Kekeluargaan yang Lekat

Ini hal yang gue suka dari keluarga di daerah. Semuanya saling peduli. Saat ada yang ngadain hajatan, semua keluarga, bahkan tetangga, pasti saling bantu, apapun itu. Saat ada yang diopname, tiap hari pasti ada yang datang atau minimal bawain makanan buat yang jaga. Waktu itu gue sempat demam dan emak pake ngomong di grup WhatsApp. Eh bener, para tante langsung berdatangan, padahal gue cuma demam karena kelamaan duduk di depan AC!

Mas Bakso Perhatian

Di dekat rumah oma di Minasa Upa, ada tukang bakso langganan kami. Nah, waktu itu kami makan di sana, dan minta minum Aqua gelas. Karena si mas ini nggak nyediain Aqua gelas, dia sampe tancap gas ke warung terdekat cuma biar bisa nyediain Aqua gelas buat kami, padahal kami nggak maksa pengen minum itu! Beda banget sama di sini yang "Mas, ada Aqua gelas?" "Nggak ada mbak." The end. No Aqua gelas for you.

Soal Hospitality, Ada SOP?

Emak sebagai orang Makassar asli pun merasa aneh soal ini. Seringkali, saat ke toko baju, si staf toko ngelayanin kami sambil ngobrol keras-keras dengan temannya! Sering juga saat lagi bayar di kasir, si kasir ngelayanin sambil ngobrol sama temennya, jadi pelayanannya agak lelet karena nggak fokus. Pernah juga gue lagi makan sendirian di sebuah restoran Korea yang cukup fancy, sekitar tujuh pekerjanya bergerombol di meja kasir sambil ngobrol dan ketawa-ketawa kencang. Ini bukan dosa besar sih, tapi kadang ngeganggu aja, karena kerjaannya jadi nggak fokus. Mereka nggak pake SOP-kah? 

Beberapa kali di restoran, gue minta sesuatu ke waitersnya. "Mbak, boleh tolong minta sendok lagi?" Tanpa kata-kata dan tatapan langsung, mbak itu cuma ngangguk dan bawain sendok yang gue minta dua hari kemudian. Lama banget. Dia langsung ngasih gitu aja dan pergi, tanpa basa-basi atau senyuman saat gue berterima kasih. Gue akui, hospitality di beberapa tempat di Makassar memang harus diperbaiki. Untungnya gue udah paham dengan hal itu. Gimana rasanya kalo jadi orang yang pertama kali ke Makassar, apa nggak syok dikasih muka jutek sama waiters waktu minta sendok?

Nasi Goreng dengan Telur

Selama beberapa bulan di Makassar, gue sangat merindukan beberapa makanan, salah satunya nasi goreng pinggir jalan kayak di Pulau Jawa, karena di sana nasi gorengnya beda. Saat lo cuma bilang "nasi goreng," akan dikasih nasi goreng merah. Nasi goreng biasa yang pake kecap dinamakan "Nasi Goreng Jakarta." Nah, waktu itu gue jalan kaki di Jl. Cendrawasih buat nyari si "Nasi Goreng Jakarta" ini. Ternyata ada yang jual, oh yes! Karena namanya "Nasi Goreng Jakarta," gue pikir segalanya bakal sama. Jadi gue minta tambah telur dadar. Saat penjualnya bilang "Jadi telurnya dua?", gue iyain, karena biasanya juga gue minta telurnya dua, satu dicampur di nasi, satunya didadar.

Sampe rumah, gue syok. Lah ternyata malah dikasih dua telur dadar! Gue baru ingat, nasi goreng di sana tuh emang telurnya didadar, nggak dicampur ke nasi. Jadi saat gue minta telur dadar, itu artinya dia bikin telur dadar dobel! Jadi ngakak sendiri sama kebodohan gue! Btw, meskipun itu namanya "Nasi Goreng Jakarta," rasanya tetap kayak nasi goreng merah, tapi dipakein kecap.

"Logat Jakarta"

Naq Jekarda Gaol Abez
Soal logat ini agak tricky. Gue masih bisa berlogat Makassar, tapi kedengaran fake karena memang nggak terbiasa, jadi itu jarang banget gue pake. "Yaudahlah, yang penting maksudnya tersampaikan." pikir gue. Tapi sayangnya gue merasa banyak tatapan aneh saat berlogat Jakarta kalo lagi ngomong sama orang. Lagi beli sesuatu, contohnya. Gue kadang merasa dianggap "sok" kalo lagi berlogat Jakarta, bahkan suka dikasih harga yang lebih mahal. Malah pernah ada yang bilang "Kan orang Jakarta uangnya banyak," makanya suka dikasih mahal. OMG itu hoax dari mana? :( Kami manusia biasa, yang cuma makan nasi pake telur ceplok atau Indomie aja kalo lagi harus berhemat. Nunjuk ayam di warteg aja nggak berani.

Ada satu kejadian yang bikin gue dan adek ngakak sepanjang masa. Gue dan adek lagi di Sushi Tei, ngobrol seperti biasa. Di meja sebelah ada tiga mbak-mbak berseragam kantoran. Saat kami baru duduk, mereka udah rame ngobrol seperti biasa, dengan logat Makassar. Ada momen mereka diam dan sepertinya dengerin obrolan gue dan adek. Salah satu dari mereka tiba-tiba ngomong dengan cukup kencang ke temennya "EH KALO MENURUT ELOH..." Gue langsung pengen ngakak dan pasang telinga! Seketika, obrolan mereka berubah jadi pake logat Jakarta dan ngobrolin pengalaman mereka di Jakarta, lengkap dengan "gue-lo" yang terdengar aneh. "OH YANG WAKTU ELOH DI JAKARTA ITU KHAN?" yang entah kenapa volume suara mereka jadi lebih keras dibandingkan saat ngobrol dengan logat Makassar sebelumnya. Astaga mbak, kenapa soal logat aja dijadikan kompetisi ya? Wk. Menggunakan dialek khas daerah sendiri itu bukannya nggak keren loh, people! Dialek yang beragam di Indonesia itu unik, jadi, yuk jaga. Nggak perlu lah memalsukan logat cuma demi terlihat keren. Senyaman lo aja. Bahasa dan logat itu buat berkomunikasi kok, bukan buat adu keren.

Dari semua pengalaman gue di Makassar, entah itu menyenangkan atau menjengkelkan, gue tetap cinta Makassar. Sulawesi Selatan, tepatnya. Walau insfrastruktur beberapa tempat wisatanya kurang bagus, banyak tempat yang indah banget di sana. Nggak perlu jauh ke Phi Phi Islands, coba aja ke Rammang Rammang. Nggak perlu bingung cari pantai bagus, di Selayar banyak pantai yang bikin rabun mata berkurang saking indahnya. You have to try our food, omg! Kalo lo cuma kenal Coto Makassar atau Sop Konro, lo belum melihat Makassar yang seutuhnya. Plis cobain Sanggara Balanda yang bikin gue ngefly waktu pertama kali nyoba saking nikmatnya, atau Mie Anto yang nikmat luar biasa meskipun harus joinan sama meja orang lain kalo mau makan di sana. Oh Danke, semacam keju khas Enrekang yang enak banget kalo digoreng dan dimakan sama sambal dan nasi hangat. Jalankote, si pastel sophisticated ini adalah cinta pertama gue. Oke, gue ngiler. Brb. Imma buy a flight ticket to Makassar.


ps: Gue nggak punya foto-foto yang sesuai, jadi yaudah pake foto random aja.

18 September 2017

Reunian sama Against the Current dan Jordan Eckes


Untuk kedua kalinya gue nonton Against the Current. Di konser pertama dulu, bisa dibilang gue nggak nonton mereka, cuma dengerin suara mereka, karena panggung seadanya, satu level sama tinggi penonton. Semacam "yang pendek nggak usah mimpi ngeliat wajah Chrissy!" Lagipula waktu itu gue cuma kenal mereka sebagai band cover di YouTube, dan ada Alex Goot yang ngalahin pesona mereka.
 
Nah, kali ini gue udah lumayan kenal sama mereka, meskipun tau lagu-lagunya cuma di bagian chorus. Cuma 'Dreaming Alone' yang gue nantikan sejak awal. Gue nonton bareng Adhie, Valen, Mbak Martha, Anton, juga Adel yang terpisah karena gue nggak bisa stay di satu tempat. Tempatnya di Viky Sianipar yang nggak begitu besar, jadi penonton bakal deket banget sama si band. 
 
Terpampang nyata
Ada kejadian lucu. Ada cowok, sendirian, tiba-tiba nyolek Valen, nanya caranya nyalain lighstick. Valen nggak ngerti, gue juga begitu, apalagi Adhie. Tiba-tiba Anton datang, menyelamatkan hari. Saat lightsticknya nyala, maaaan, jiwa cowok itu juga langsung nyala! Yang awalnya "Um... misi, mau nanya, tau cara nyalain ini nggak?" dengan kalem. Begitu lighsticknya nyala, dia langsung ambil lightstick itu dari tangan Anton, langsung teriak-teriak sambil lompat-lompat mengayunkan lightstick. Kami semua langsung bertatapan kaget! LOL

Show dimulai, dan sesuai dugaan, Chrissy nggak bisa diam, lompat ke sana-kemari! Di lagu kedua, kami semua diarahin masuk ke media pit. Lumayan, terpampang nyata. Oh iya, di sini gue kegirangan karena ada Jordan Eckes, gitaris We Are The In Crowd, yang jadi additional guitarist malam itu. Tapi kasian, berhubung dia bukan member Against the Current, dia nggak kena spotlight, cuma bermain gitar dalam kegelapan :( Berhubung gue udah punya fotografer, yaudah, gue nikmatin aja posisi gue yang begitu dekat dengan mereka.
 
 
Setelah tiga lagu, kami diminta keluar dari media pit. Gue baru ngeh, crowd-nya nggak begitu seru. Nggak banyak yang sing along atau minimal lompat-lompat. Tapi yasudahlah, Chrissy si kutu loncat udah sangat menghibur. Gue kegirangan saat 'Dreaming Alone' mulai dimainin.
 
Tapi zonk.
 
Baru beberapa detik, sound-nya mati. Sedih. Jiwa K-poper gue muncul. Rasanya pengen teriak "Gwenchana! Gwenchana!" macam kalo ada error di konser K-pop. HA! Awalnya agak awkward dan Chrissy tampak agak kesel, tapi dia malah ngajak penonton ngobrol. Apa yang diobrolin? Indomie! Katanya, sound check bakal susah dilakukan kalo penonton berisik, jadi Chrissy langsung digiring ke balik panggung sama manajernya. Si manajer naik ke panggung dan bilang "Semoga perbaikannya nggak lama. Kalo nggak memungkinkan, ATC bakal akustikan buat kalian." Gue malah berharap akustikan aja! Ternyata nggak pake lama. Sekitar 10 menit, mereka kembali ke panggung dan bawain 'Dreaming Alone' dari awal. Di konser ini, saat orang-orang teriakin nama members ATC, gue dan Adhie selalu janjian pake aba-aba untuk neriakin nama Jordan. Ya, kami generasi WATIC! 
 
Sepertinya Jordan ngeh kalo masih ada yang neriakin nama dia. Saat konser selesai, dia keluar dari area panggung, ke area penonton. Beberapa orang nyamperin dia buat minta foto. Gue nggak mau ketinggalan dong! Gue langsung nyamperin Jordan dan bilang kalo kami pernah berjumpa. 
 
Me: "Kita pernah ketemu 2012 lalu."
Jordan: "Barusan aja gue bilang kalo pernah konser di sini! Jadi waktu itu lo nonton ya?"
Me: "Iya! Itu pertama kalinya gue ke luar kota sendirian buat nonton konser."
Jordan: "Gila keren abis! Gue seneng bisa ketemu lo lagi sekarang! Waktu itu umur lo berapa?"
Me: "20."
Jordan: "Sekarang berapa?" *yaelah itung aja ndiri mas*
Me: "25."
Jordan: "Wah gue berasa tua! Sekarang umur gue 30!"
Me: "Yaudah sih, gak keliatan kok! Anggap aja kita seumuran."
 
Cinta lama berjumpa kembali
Pas selfie, gue nggak nyangka kalo jempol gue bakal gemeteran, padahal pas ngobrol, gue biasa aja. Setelah itu Jordan dipanggil untuk bantuin beres-beres. Ya, sekarang dia gitaris merangkap kabelis.

Saat venue udah kosong, gue, Valen dan Adhie stay di luar venue, di dekat van mereka. Sebenarnya gue nggak niat banget pengen ketemu mereka lagi dan foto bareng, berhubung gue udah pernah foto bareng mereka tahun 2014 lalu. *sombong* Valen ngebet banget pengen foto bareng Dan, jadi gue ikutan stay, karena gue pikir, kalo gue langsung pulang, gue pasti bakal jealous pas tau mereka berhasil foto bareng. Minimal usaha.
 
Saat kami nunggu, security orang Indonesia nggak ngusir, cuma "Ngapain sih nungguin? Mereka udah pulang, tau. Mending kalian juga pulang." *ini sih ngusir halus* Tapi iman Valen kuat, gue jadi ikutan. Nggak lama, kru mereka beres-beres di van, kami ngeliatin aja gitu di sebelah mereka, di belakang van. Gue puas-puasin memandang Jordan, biar diri gue lima tahun yang lalu bahagia. Yang bikin trenyuh, kru mereka ramah banget. Awalnya gue menduga mereka bakal ngusir, eh ternyata manajer mereka malah bilang "Makasih ya udah datang malam ini." Duh mas! Jordan juga sempat bilang makasih. 

Giliran Dan yang naik ke van. Cita-cita Valen terwujud, dia akhirnya foto bareng Dan. Gue tadinya mau minta foto juga, tapi gue lihat wajah Dan udah capek banget, jadinya gue nggak enak buat nyetopin dia lagi. Saat Dan udah di atas van, Valen masih aja teriak-teriak "Dan I love you! I love you, Dan!" Hahaha Jordan dan si manajer cuma ngeliatin sambil senyum-senyum. Ternyata Chrissy dan Will udah balik ke hotel duluan. Waktu pintu van udah mau ditutup, Jordan nengok ke kami, senyum sambil dadah-dadah. Sekarang kamu ramah ya mas!

Bonus:
We are the In Crowd, 2012




 
Acara hajatan Against the Current dan Alex Goot, 2014
(Read: A Goot Night with Alex Goot

12 September 2017

Kenyang di Banzaan, Ramai di Bangla, Gagal Party di Tuk-Tuk

Malam-malam kami di Phuket diisi oleh hal-hal unfaedah, cuma bolak-balik Seven Eleven. Serius, Seven Eleven di Thailand itu superb banget! Beli roti aja rasanya udah nikmat. Umpamanya, lo beli Sari Roti, nah, nanti roti lo itu dipanasin lagi, trus ditambahin bumbu-bumbu lagi biar makin meriah! Oh nikmatnya. Rasa makanan siap sajinya juga lumayan enak. Selain bolak-balik Seven Eleven, kami juga sempat berkunjung ke dua tempat ngeheits abes di Phuket.

Banzaan Fresh Market
Sayangnya hostel kami di Phuket, Conmigo Hostel, lokasinya agak jauh dari tempat-tempat wisata, jadi kalo mau jalan malam, kami antara harus jalan kaki berkilo-kilo meter atau naik tuk-tuk yang mahal itu. Nah, di malam kedua, karena males jalan kaki, akhirnya kami naik tuk-tuk seharga 130 baht (sekitar 60 ribu rupiah), padahal jaraknya cuma 2 km. Yaelah! Itu mah macam gue naik uber dari Grand Indonesia ke Kemang di jam macet pulang kantor! Tapi yaudahlah, malam ini gue gak kuat jalan jauh, karena kaki udah keseleo sejak di Bangkok.

Tiba di Pasar Banzaan, langsung banyak street food yang dijajakan. Di bagian depan, banyak makanan halal kok, no worries. Banyak juga mas-mas yang nawarin daftar menu supaya kami jajan di lapaknya. Ada kejadian lucu. Waktu kami lagi di pasar itu, ternyata ada Ghea, fellow PresUniver, yang tiba-tiba lari dan peluk Monde dari belakang sambil teriak. Di momen itu, semua mas-mas yang nawarin daftar menu tadi ikutan heboh bersorak! Suasana pasar langsung rame! Pas kami saling berkenalan sama temen-temen Ghea, mas-mas itu juga pada ikutan, kocak banget! LOL

Di Pasar Banzaan ini, lo bisa beli seafood segar yang kemudian bisa dimasakin di restoran-restoran yang terletak di lantai 2. Kami lagi nggak pengen makan seafood, jadi cuma makan streetfood aja. Gue beli mie goreng seharga 50 baht yang bentuknya mirip Mie Aceh. Di Thailand, kalo mau makan mie, lo bisa pilih, mau bentuk mie yang kayak gimana. 
Ada juga tukang sate berbagai macam jenis daging. Ada kepiting, ayam, juga babi. Harganya beragam, 30-50 baht. Btw, soal kehalalan makanan, lo cuma bisa Bismillah. Iyalah, misalnya lo makan ayam. Halal? Belum tentu. Inget kan, syarat penyembelihan yang harus baca Bismillah dsb? Emang mereka kalo nyembelih ayam atau sapi, udah pasti begitu? Kemungkinan besar sih nggak. Jadi yaudah, pasrah aja soal kehalalan makanan. Bismillah aja. Hahaha

Kami makan di lantai 2 foodcourt. Inget, kebiasaan di Indonesia yang selalu minta dilayanin jangan dibawa-bawa. Nggak ada yang bakal ngelayanin lo. Waktu gue makan di Chinatown Singapura, banyak tuh orang Indonesia dan Tionghoa yang seenaknya ninggalin meja berantakan sehabis makan. Padahal etikanya, lo beresin sendiri meja lo. Buang sampah sisa makanan di tempat sampah, nampan dan piring kotornya lo taro di tempat cucian, nanti baru ada yang nyuciin. Sisa kotoran di meja juga bersihin sendiri!

Lah kenapa gue jadi belok ke Singapura? Yaudah sekalian.

Bangla Road
Dari Pasar Banzaan, kami lanjut jalan kaki ke Bangla Road, pusat keramaian penuh dosa itu. Wk. Mulai deket Bangla, mulai banyak tuh yang nawarin klub mesum. Kami nggak tergoda. Bukan karena takut dosa, tapi karena takut duit habis. Jadinya kami jalan tanpa tujuan aja di Bangla Road yang ramai luar biasa dan semakin malam semakin banyak orang yang nggak bisa jalan lurus karena udah mabuk. Sepanjang jalan penuh dengan klub, trus banyak cewek nggak sopan. Masa jejogetan di atas meja cuma pake beha sama kancut? Apa kata mama gue?!

Gue nggak terlalu menikmati keramaian Bangla. Entah karena kaki gue yang keseleo udah berasa nggak nyaman, atau emang gue pusing menghadapi keramaian itu. Jadilah gue sama Umam yang senasib, pusing menghadapi keramaian, cuma duduk ngemper di depan toko orang, sedangkan Monde dan Zay si anak party entah mampir di mana aja.
Patong Beach mirip Pantai Losari. Minus Pisang Epe.
Pulangnya, gue mulai merengek nggak mau jalan kaki. Dammit kaki keseleo! Untungnya teman-teman gue baik banget, mereka bersedia naik tuk-tuk lagi omg thank you guys! Tuk-tuk dari Bangla Road ke hostel kami yang cuma 2 km itu mahal banget astaga! Masa abangnya minta 300 baht (sekitar 120 ribu rupiah)?! OGAH! Mau nabung naik haji apa yak?! Jadi kami agak jalan lagi, menghindari keramaian untuk nyari tuk-tuk. Ternyata sama, mereka minta 300 baht. Monde nawar dengan mengiba "Ini malam terakhir kami di Phuket, kok abang tega sih bikin kami bokek?" Akhirnya abang itu bersedia ngasih separuh harga. Tapi ya, mentang-mentang kami nawar, abangnya nggak mainin musik! Kan nggak clubbing di Bangla, minimal harus clubbing di tuk-tuk! :(
Penuh warna tapi nggak bermusik :(
Eh iya, naik tuk-tuk baik pergi tadi maupun pulangnya, pas turun, abangnya minta uang lebih dari harga yang disepakati. Jangan mau kasih ya guys! Bilang aja "Lah kan tadi udah sepakat harganya sekian!" Trus langsung pergi aja, nggak usah ngomong lama-lama.

11 September 2017

Phuket Minus Efek "WOW!"

Perjalanan kami di Phuket berlanjut! Awalnya kami berencana sewa motor untuk seharian keliling Phuket. Tapi saat itu Phuket lagi musim hujan, agak berisiko kalo naik motor, dan kami akhirnya nyewa mobil bareng empat orang Indonesia lain yang barengan waktu ke Phi Phi Islands, toh harganya nggak beda jauh dan lebih nyaman. Ada beberapa tempat yang kami kunjungi hari itu.
Pantai Kata
Ini pantai paling ngehits di Phuket, lokasinya dekat dari pusat kota. Kesan gue? Biasa aja. 
Pantai Karon
Pantai Karon ini tetanggaan sama Pantai Kata, macam Pantai Kuta dan Pantai Legian. Dibanding Kata, Karon ini agak lebih sepi. Kesan? Again, biasa aja. Seneng sih bisa nyantai di pantai, cuma ya nggak ada efek "WOW!" Nggak banyak yang kami lakukan di sini. Gue pun cuma sedikit foto-foto, selebihnya cuma nyantai duduk-duduk di pasir. 
Karon Viewpoint
Ini juga salah satu spot wajib di Phuket. Lokasinya pas di pinggir jalan. Di Viewpoint ini, kita bisa lihat panorama kota dari dataran yang lebih tinggi, kelihatan juga Pantai Kata dan Pantai Karon yang kami datangi sebelumnya. Masuk ke sini gratis! Di Viewpoint ini ada beberapa teropong yang bisa kita pakai dengan masukin koin 1 baht.
Phromthep Cape
Ini tempat terbagus yang kami kunjungi hari itu. Katanya sih iklan-iklan yang promosiin Phuket, kebanyakan pake foto di Phromthep Cape ini. Sebenarnya tempat ini jauh lebih bagus dikunjungi waktu sunset, tapi berhubung rute perjalanan nggak mendukung, yaudah jadinya ke sini di siang bolong. Tapi no worries, tempat ini tetap indah banget, cukup memunculkan kesan "WOW!" buat gue. 
Wat Chalong

Ke Thailand tanpa mengunjungi kuil rasanya kurang afdol. Gue dan Monde udah cukup menikmati kuil-kuil yang luar biasa di Bangkok. Nah, sekarang saatnya Zay dan Umam merasakan Thailand yang sesungguhnya! Sebagai kuil terbesar di Phuket, sebenarnya Wat Chalong nggak begitu besar.
Masjid, Restoran, Big Buddha
Pinjam muke Zay
Di perjalanan, kami mampir ke Masjid Nuruddee Neeyah karena para cowok harus solat jumat. Nggak susah nyari masjid ataupun makanan halal di Phuket, karena populasi Muslimnya termasuk salah satu yang terbesar di Thailand, selain Krabi. Kata Zay, ada sedikit perbedaan antara solat jumat di Thailand dan di Indonesia. Kalo di Indonesia, biasanya selesai solat berjamaah, orang langsung saling bersalaman, baru dilanjut doa dan dzikir. Nah, kalo di Thailand, selesai solat langsung lanjut doa dan dzikir bersama, pas bubaran baru deh mereka saling bersalaman.        
 
cr: Zay
Kami juga mampir makan siang di restoran yang entah namanya apa, gue lupa. Saat kami datang, banyak menu yang udah sold out. Sosad! Kami juga pesan tom yum yang menurut gue rasanya biasa aja, mahal pula! Timpang banget sama tom yum murah, enak dan banyak yang gue dan Monde makan di Bangkok. Soal harga, Phuket memang lebih mahal daripada Bangkok. 

cr: Monde
Tujuan terakhir adalah Big Buddha. Patung Buddha terbesar di Thailand ini letaknya di atas bukit, jadi di perjalanan, Big Buddha itu udah terpampang nyata. Di situs Big Buddha ini, gue nggak ikut turun, berhubung waktu di Karon Viewpoint gue mengalami sedikit insiden yang cukup bikin semangat gue berasa dihisap dementor. 
Overall, perjalanan gue selama di Phuket bikin gue semakin cinta Indonesia. Waktu di Bangkok, seorang kawan asal Skotlandia di hostel bilang "Lo enak ya, kalo mau ke pantai bagus, dekat, masih satu negara. Kalo gue, untuk menikmati pantai indah aja harus ke luar negeri dulu." Nah, di Phuket ini, gue sadar. Ternyata pantai di Indonesia jauuuuh lebih bagus! Serius! Jangankan pantai-pantai di Indonesia Timur sana. Waktu ke Pulau Bira Besar, Kepulauan Seribu, gue mendapatkan efek "WOW!" Beda banget sama pantai-pantai di Phuket yang menurut gue biasa aja, padahal Phuket itu salah satu tempat wisata paling ngehits di dunia dan katanya pantainya bagus-bagus. Waktu ke Phi Phi Islands yang tersohor pun, cuma di laguna Phi Phi Don yang bikin gue mendapat efek "WOW". Selebihnya, bagus sih, cuma nggak bikin hati gue bergejolak.
Tapi gue tetap salut sama pariwisata Phuket. Mereka bisa banget loh bikin tempat mereka tersohor secara global. Mereka sangat siap dalam bidang pariwisata. Infrastruktur mereka  sangat memadai. Jalanan menuju tempat wisata mulus kayak muka Taeyeon, nggak kayak kalo ke Pantai Bara di Bulukumba yang harus melalui jalan sempit dan berbatu di tengah hutan. Agen perjalanan lengkap. Bahkan penjual pinggir jalan, meskipun mereka nggak bisa Bahasa Inggris, minimal mereka bisa jawab kalo ditanya harga dan tentang jualannya. Naik speed boat, faktor keamanan sangat diperhatikan. Dikasih briefing soal trip hari itu, disiapin jaket pelampung pula. Beda banget sama perjalanan gue ke Kepulauan Seribu yang pake kapal kayu, muatan berlebih sampe duduk di atap kapal, tanpa jaket pelampung pula! Tempat wisata mereka juga bersih, nggak ada yang buang sampah sembarangan. Beda banget sama di Indonesia yang bermental "Nanti juga ada yang bersihin." (This is a real quote I once heard!)
Gue suka sebel sama orang yang dengan sombongnya "Ngapain sih ke luar negeri?! Indonesia itu paling bagus!" Well, to some extent, I agree. Tapi ternyata, meskipun memang nggak seindah Indonesia, banyak yang bisa dipelajari dari tempat wisata di luar negeri yang bisa diterapkan di Indonesia. Kalo mampu secara finansial, seseorang emang harus sesekali ke luar negeri, untuk lihat ada apa di luar sana. Nggak perlu jauh-jauh. Dengan ke negeri tetangga aja, banyak yang bisa lo pelajari dan lo cita-citakan untuk Indonesia. Dimulai dari diri lo sendiri. Gue bercita-cita Indonesia bisa bersih dan tertib kayak Singapura, jadi gue nggak akan buang sampah sembarangan dan gue terapkan ketertiban di Singapura, salah satunya dengan nggak bergerombol di eskalator. Gue bercita-cita orang Indonesia bisa sesabar orang Thailand saat berkendara, meskipun macetnya sama, jadi gue nggak akan bunyiin klakson kalo nggak perlu. Semakin lo melihat banyak hal di luar sana, semakin hati lo merendah.
Eh kenapa curhatan gue malah belok ya? Yaudah gitulah intinya.

08 September 2017

Berdisko di Laut Menuju Pulau Phi-Phi

Perjalanan gue dan Monde di Thailand berlanjut di Phuket. Dari Bangkok ke Phuket sebenarnya bisa naik bus, tapi karena harganya sama kayak pesawat, jadi kami milih naik pesawat aja. Lebih cepet, gak makan waktu dan gak capek. Menginap di area Patong, ada public van seharga 180 bath dari bandara yang nganterin langsung ke depan hostel. Perjalanan kami di Phuket dilengkapi Zay dan Umam. 

Di malam pertama, kami kenalan sama cowok asal Rusia, Sergei namanya. Hari berikutnya dia bakal berangkat ke Bali, tinggal di Ubud selama beberapa bulan. Dia cerita kalo udah keliling Nusa Tenggara dan Jawa Tengah (gue nggak begitu ingat), dan sering diajak jadi guru Bahasa Inggris di sana. Dia juga cerita kalo dia sering randomly diajakin foto di Candi Borobudur!

First night in Phuket!
Di hari kedua, kami bikin jadwal jalan-jalan ke Phi Phi Islands. Saran gue, saat mau tur ke Phi Phi Islands, sebaiknya persiapkan dari jauh-jauh hari, jangan beli paket trip di booth yang banyak tersedia, karena mahal! Kami pesan paket trip di Miss Ladda, seperti banyak yang direkomendasikan blogger Indonesia. Kami pilih paket naik speed boat seharga 1500 baht. Pagi-pagi, kami dijemput di hostel untuk menuju dermaga dengan van yang berisi 4 orang Indonesia lainnya dan sekeluarga asal Timur Tengah, gue lupa tepatnya dari mana.

Tiba di dermaga, gue salut sama pariwisata Phuket ini. Rapi banget! Setelah dijamu berbagai camilan dan minuman, kami dikasih arahan tentang jadwal trip hari itu, dan dikasih beberapa rekomendasi. Misalnya kalo lo jago berenang, sebaiknya lo pakai kaki katak, tapi itu nggak direkomendasikan untuk yang nggak bisa berenang. Banyak deh dikasih tau Do's and Don'ts selama perjalanan. Naik di speed boat yang bermuatan sekitar 40 orang, ada satu kapten kapal dan sekitar 4 awak. Tour guide-nya, Nancy, paling kocak! "Call me Nancy. Don't call me mister, I will spank you!" Kata Nancy genit. Ya, Nancy ini berfisik lelaki! "Don't be too far, I miss you!" Di kapal, Nancy sekali lagi menjelaskan tentang perjalanan hari itu. 

Khai Island
 
Setelah 30 menit perjalanan laut, kami mampir di Pulau Khai. Pulau ini cukup ramai, semacam Pulau Khayangan kalau di Makassar. Pulau kecil berpasir putih, ada bangunan semi permanen juga berisi penjual makanan dan minuman, juga bangku-bangku yang bisa disewa. Nggak usah jajan di sini, karena harganya mahal banget. Iyalah, mereka kan juga harus angkut barang jualannya dari pulau besar. Untungnya, trip agent kami nyediain minuman dan buah-buahan segar. Karena pulau ini kecil tapi terlalu rame, nggak banyak yang bisa dilihat di sini. Palingan cuma bisa foto-foto sambil kelilingin pulau atau duduk-duduk di pasir, atau dalam kasus Zay, dia bikin video cover SNSD - Holiday.

Phi Phi Don
Pinjam muke Umam
Dengan perjalanan sekitar 1 jam, di sinilah disko dimulai. Ombak lautnya maaaan! Sebelumnya gue udah baca-baca soal ombak menuju pulau Phi Phi yang parah banget, tapi gue nggak menyangka akan sehebat itu! Karena cuaca yang nggak bagus dan ombaknya yang berbahaya, kapten kapal memutuskan untuk nggak ke Maya Bay yang harus melewati laut lepas. Maya Bay itu justru spot utama, yang biasanya dipake jadi foto promosi Phi Phi Islands. Tak apalah, yang penting aman dan selamat, yekan? Di tengah terpaan ombak, sepertinya semua orang pasrah dan mengingat dosa selama hidupnya ;) Nancy sibuk bagi-bagi kantong plastik karena mulai banyak yang tumbang akibat mabuk laut. Serius, bahkan kami ketemu ombak setinggi atap kapal!

Tiba di Phi Phi Don, ada laguna yang cakep banget! Gue dan Zay nggak tahan pengen langsung nyebur, sedangkan Umam dan Monde sibuk foto-foto. Nggak tampak apa-apa di bawah air, jadi kami cuma kecipak kecipuk lucu sambil menikmati tebing-tebing besar yang mengelilingi laguna itu. Laguna ini jadi spot foto yang paling bagus dalam perjalanan hari itu.

Monkey Island
Kami merapat di Monkey Island, pulau kecil yang dihuni ratusan keluarga monyet. Nancy ngelarang kami turun dari kapal karena monyet-monyetnya berbahaya, suka gigit dan merampas barang bawaan, jadi kami cuma foto-foto aja dari atas kapal.

Phi Phi Leh
Bukan di Maros
Ini pulau yang lumayan besar karena ada sekolah dan perumahan warga. Di sini waktunya kami makan siang, dan udah disiapin makanan prasmanan dan berbagai macam buah dan minuman. Bahkan ada makanan khusus vegetarian loh! Lengkap! "Cil, kita lagi di Rammang Rammang ya?" kata Umam. Lah iya, gue baru sadar, tebing-tebing yang kita lihat sepanjang hari ini mirip banget sama tebing-tebing di Maros, Sulawesi Selatan. Jadi kalo belum bisa ke Phi Phi, nggak usah sedih guys, ke Maros aja dulu. Btw, kalo pas turun dari kapal tiba-tiba ada yang ngarahin kamera ke lo, gak usah berpose! Nanti fotonya bakal mereka cetak dan jual ke lo. Meh.


Selesai makan, kami kembali naik ke kapal untuk dibawa ke tengah laut, masih di dekat Phi Phi Leh, untuk snorkeling. Di sini gue nggak ikutan nyebur. Pakaian gue udah kering, males kalo harus basah-basahan lagi. Katanya sih di sini banyak kawanan ikan lucu, tapi terumbu karangnya nggak bagus. Hati-hati, di sini banyak bulu babi.

Sekitar jam 2, perjalanan kami berakhir, kami harus kembali ke pulau Phuket sebelum ombak semakin besar. Untuk perjalanan pulang, ombaknya lebih ekstrim! Kapten sampai harus beberapa kali matiin mesin, nggak mau maksa untuk menerjang ombak. Kami juga diatur supaya kapalnya seimbang. Perjalanan perginya juga memang menyeramkan, tapi gue nggak sampai merasa berkewajiban pake jaket pelampung kayak di perjalanan pulang ini.

Kalo lo mabuk laut, bawa anak kecil/lansia, atau berkondisi fisik yang nggak memungkinkan untuk terombang-ambing ombak, gue saranin naik kapal besar aja, meskipun perjalanannya jadi lebih lama dan nggak banyak tempat yang bisa dikunjungi dibandingkan kalo naik speed boat.


06 September 2017

ACT III: M.O.T.T.E. Jakarta, G-Dragon sang Bintang Sejati!


Tanpa diduga dan secara tiba-tiba, gue nonton G-Dragon di Indonesia, hanya sehari setelah gelaran Music Bank. Di H+1 Music Bank, berhubung acara gue dan Rima batal, gue berniat leyeh-leyeh aja di kasur sambil galau merindukan EXO. Ceritanya gue udah siap untuk PCD berat. Jam setengah 12 siang, gue sempat berpikir "Wah kalo gue nonton G-Dragon juga hari ini, sekarang udah harus siap-siap." Tepat jam 12 siang, gue dapet telpon, rekan gue yang mestinya liputan hari itu mendadak berhalangan hadir, jadi gue ditanya apakah bisa menggantikan dia. It's G-Dragon, a K-pop god, so I said yes straight away!

(Read: Music Bank 2017 in Jakarta: Suara Jeritan Mengalahkan Suara Speaker)

Gue memang suka banget BIGBANG, gue suka lagu-lagu mereka dan suka nontonin video-video live mereka di YouTube, tapi gue nggak familiar sama proyek solo membernya, palingan cuma tahu beberapa lagu yang ngehits, meskipun kalo ditawarkan nonton gratis, gue mau dong! Ternyata tiga hari sebelumnya, gue sempat ngetwit begini:
The universe is full of surprise sometimes.

Di konser ini, gue ditempatkan di kelas CAT 1 yang lumayan dekat panggung. Gue bahagia, karena tipe penonton kali ini bukan tipe penjerit histeris kayak penonton Music Bank di hari sebelumnya. Yang terpenting, nggak ada yang bawa peluit! G-Dragon oh damn he's really a K-pop god! Sayang gue nggak hafal lagu-lagunya, tapi aksi G-Dragon nggak bikin gue mati gaya. Meskipun nggak bisa ikutan sing along, gue bisa ikutan lompat-lompat dan jejogetan random. G-Dragon nggak tampil minus one, dia membawa full band beserta banyak penarinya. Dia aktif keliling panggung, sesekali ikut ngedance bareng para dancer, selebihnya joget random aja. Satu hal yang ada di pikiran gue saat itu: dia bukan "produk pabrikan!" You know what I mean? ;)



Gue berharap dia bawain satuuuu aja lagu BIGBANG, supaya gue bisa ikutan sing along. Eh, ternyata nggak ada guys! LCD screen di panggung itu keren banget, nampilin visual-visual yang mendukung kerennya GD. Setelah rajin nonton video-video BIGBANG, gue jadi tahu bahwa GD orangnya pemalu dan nggak jago berinteraksi sama orang lain. Di konser ini, itu terbukti. GD nggak banyak berinteraksi sama penonton, tapi aksi panggung dia udah cukup jadi cara dia menghubungkan diri dengan penonton. Saat dia beraksi, nggak ada yang bakal nyangka bahwa dia aslinya pemalu. He's so passionate about what he does and I love that. Gue juga suka gimana GD nggak memaksakan diri untuk banyak bicara di atas panggung atau memberikan fan service yang mungkin bakal ngebuat dia ngerasa nggak nyaman. He's true to himself. Sebagai gantinya, dia menampilkan video monolog dirinya curhat mendalam. Sumpah ini terharu banget! Gue yang bukan fans beratnya aja sampe merinding, meskipun sambil sibuk nerjemahin. Begini curhatannya:

“Banyak yang mengenalku sebagai G-Dragon. Berbicara seperti ini, rasanya aneh memperkenalkan diri. Orang yang kalian lihat di layar sekarang, bagi seseorang, adalah seorang anak, teman, cinta, mungkin bintang favorit atau selebritas. Tapi yang terpenting, aku bahkan tidak yakin siapa diriku. Aku selalu berusaha tampil baik saat sebagai G-Dragon. Nyatanya, terkadang itu berat bagiku. Tapi aku tidak takut melepasnya. Aku mungkin tampak bahagia, tapi belakangan, entahlah. Setidaknya di depan kalian… tidak, saat ini, aku ingin lebih jujur tentang siapa Kwon Ji Yong itu untuk pertama kalinya. Semoga aku bisa jadi seseorang yang tetap bersinar tanpa hal-hal gemerlap ini. Aku sudah hidup sebagai G-Dragon sampai sekarang, tapi sekarang aku ingin hidup sebagai Kwon Ji Yong. Entah kalian ingin aku jadi apa, tapi yang kalian lihat sekarang adalah segalanya. Jadi aku tidak tahu bagaimana harus memandang kalian. Kalian tidak yakin maksudku, ya? Siapa aku? Apa kamu mengenali dirimu?”


Sepanjang konser, dia emang nggak pernah sekalipun memperkenalkan diri sebagai "G-Dragon." Dia selalu nyebut dirinya "Kwon Ji Yong." Setelah video ini diputar, penonton serentak manggil dia dengan nama "Ji Yong," trus saat kembali ke panggung dan dengar penonton memanggil nama aslinya, dia kayak tersekat nahan nangis gitu, sambil nurunin topi buat nutupin muka. Sweet banget, pengen peluk! Di lagu 'Divina Commedia', GD turun dari panggung sambil bawa mic stand, untuk nyanyi sejajar dengan barisan penonton. Beruntung banget penonton yang berdiri di depan, melihat GD yang terpampang nyata pas di depan muka. 

A post shared by Sheyla Ashari (@sheylamcf17) on


Lagu terakhir yang dia bawain adalah 'Untitled,' dan untungnya gue hafal chorus lagu ini! Lumayan, akhirnya bisa sedikit ikut sing along. Saat lagu ini berakhir, di layar muncul end credits yang ditutup dengan tulisan "The End." Semua penonton bingung, apakah konsernya beneran selesai? Masa nggak ada encore? Di negara lain, 'Crooked' dibawain sebagai encore. Jadilah selama beberapa menit kami dilanda kebingungan dan belum rela beranjak dari venue. Kemudian lampu venue dinyalakan, dan kru naik ke panggung untuk beres-beres. Ternyata konser resmi berakhir.
Gue nonton konser ini secara mendadak tanpa persiapan apapun, tanpa dengerin lagu-lagunya dulu. Gue pulang dari konser ini dengan hati yang penuh. G-Dragon menurut gue adalah musisi dan performer sejati. Kwon Ji Yong is a really special person!

Baca ulasan gue untuk Creative Disc tentang konser ini: 
Konser Penuh Haru Dengan G-Dragon di Indonesia: “Aku Kwon Ji Yong!”

05 September 2017

Music Bank 2017 in Jakarta: Suara Jeritan Mengalahkan Suara Speaker

Gue akhirnya nonton EXO pertama kalinya sejak gue kena karma jatuh cinta sama EXO! Sebenarnya gue bingung mau cerita dari mana, karena ada hal lain yang mengalihkan pikiran gue. I will tell you about that later.

So yeah, I SAW EXO LIVE ON MUSIC BANK!!!

Sebenarnya bukan hanya EXO yang gue tonton, tapi juga ada NCT 127, Astro, GFriend, B.A.P., Irene Red Velvet dan Park Bo Gum si aktor kesayangan. Awal Music Bank diumumin, gue bertekad untuk beli tiket kelas paling depan, demi bisa lihat wajah D.O. sampai ke pori-pori. Setelah akal sehat gue kembali, gue memutuskan beli tiket kelas paling belakang aja. Kenapa? Karena gue cuma tau EXO, dan berhubung ini acara keroyokan, mereka cuma bakal nyanyi sekitar lima lagu. *Tanya sendiri, jawab sendiri.

Ini pertama kalinya gue nonton konser dengan sistem nomor antrian, meskipun nggak ngaruh buat gue, karena meskipun nomor antrian gue kecil, gue sengaja datang telat. Males ngantri. Maunya apa sih?! Saat masuk ke venue, gue agak jiper karena ternyata venuenya lebih besar dari yang gue bayangkan! Dua hall JIExpo dong! Gue semakin jiper saat lihat penonton yang sebagian besar bertipe penjerit histeris, sampe banyak yang bawa peluit buat menggantikan jeritan! Dear yang bawa peluit, it's so not cool! Bikin sakit telinga, serius! Nasib penonton kelas belakang, cuma dapat ampas. Suara speaker seringkali kalah sama suara jeritan. Cita-cita melihat Kyungsoo sampe pori-pori juga tertunda, karena ngeliat ke panggung aja berasa lihat jenglot jejogetan. Jauh banget!

Dari lightstick yang dibawa penonton, sepertinya fans EXO paling banyak, jadi gue berasa banyak temen. Dan bener, waktu satu per satu artis pengisinya tampil memperkenalkan diri, jeritan untuk EXO paling membahana! Karena gue bingung mau curhat kayak gimana, jadi gue bahas satu-satu aja deh!
A post shared by Sheyla Ashari (@sheylamcf17) on


Park Bo Gum dan Irene
Bagi anak K-drama, wajah Park Bo Gum tentunya nggak asing, karena dia cukup laris manis, macam nasi uduk di gerbang kompleks gue yang kalo magrib udah habis. Gue sempat galau saat nggak bisa nonton fan meeting dia di Jakarta Januari 2017 lalu. Jodoh memang nggak kemana. Gue akhirnya bisa melihat dia langsung. Orangnya manis dan sopan banget astaga rasanya pengen langsung ajak dia ketemu mama papa! Dia sempat minum teh di atas panggung. Sebenarnya teh biasa aja sih, tapi dia sampe "terkesima." Sini bang aku bikinin teh lagi, mau berapa liter?! Dia juga nyanyi sepenggal Chrisye - Untukku. Duh mas, aku pengen liat kamu duet sama papaku! Park Bo Gum sepertinya pendengar yang baik. Saat MC Indonesia ngomong pake bahasa Indonesia (they're scripted), meskipun nggak ngerti, dia mendengarkan dengan seksama sambil angguk-angguk kepala, kuterharu! Irene nggak meninggalkan banyak kesan untuk gue, tapi dia anaknya cute banget!

NCT 127

Halo lagi, dedeks! Gue belum bisa ngefans sama NCT 127 karena musiknya nggak cocok di telinga gue. Tapi gue yakin masa depan mereka cerah, apalagi di bawah SM Entertainment, agensi pencetak idols luar biasa. Meskipun musik mereka kurang cocok di telinga, gue akui penampilan mereka keren! Sejak persiapan menyambut mereka di Spotify on Stage, gue non-stop dengerin Cherry Bomb yang akhirnya malah nyangkut di hati dan pikiran. Oh iya, ternyata ada satu lagu mereka yang gue suka, judulnya 0 Mile. Enaaaa! Kusuka! Gue belum pernah mengungkapkan ini sejak ketemu Taeyong di Hotel Grand Mercure lalu: DIA GANTENGNYA NGGAK MANUSIAWI YA! IT'S HUMANLY IMPOSSIBLE TO BE THAT GOOD LOOKING!!! Sekian.

(Read: Perjumpaan Sesaat dengan NCT 127 dan Mendadak Ketemu DNCE)

Astro
Dengan kemeja hitam putih seragaman macam gue dan teman-teman sekelas waktu study tour SMA, ternyata lagu mereka menyenangkan banget! Astro bikin gue inget Hey! Say! JUMP, boyband Jepang demenan gue jaman SMA. Sepertinya konsep mereka memang sekumpulan cowok muda ceria gitu.

GFriend
Fans mereka terbanyak ketiga setelah EXO dan B.A.P di konser ini. Gue sama sekali nggak pernah denger lagu-lagu mereka, tapi... "OH INI YANG NYANYI ME GUSTAS TU?!" Kalo lagu itu mah sering gue denger, entah dari mana. Sepertinya banyak diputar di tempat umum. Lagunya emang catchy banget sih. Gue pun sampe sekarang masih kebayang lagu itu. Untuk ukuran girl group, menurut gue dance mereka termasuk salah satu yang paling rumit.

B Force
Mereka ini boy group baru asal Indonesia. Saat diumumkan bakal tampil, banyak penonton yang bersorak kecewa. Duh, why?! Nggak ada salahnya loh dukung performer yang akan tampil, siapa pun itu. Sorakan kecewa itu bisa langsung mereka bungkam dengan membawakan Bang Bang Bang-nya BIGBANG. Seru banget! Suasana langsung menggila. Orang-orang yang bersorak tadi malah ikutan heboh. Perfect choice, B Force! Yah belum bisa liat BIGBANG yang asli, sekarang liat kw dulu aja yes.

B.A.P
Lagu-lagu pertama mereka nggak meninggalkan kesan buat gue. Okay, mereka keren. Udah. Tapi saat dua lagu terakhir... Whoa! I didn't expect them to be that good!!! Serius! Kebanyakan boy group yang gue tau lagunya selalu pop cenderung RnB atau hip-hop. Tapi B.A.P. beda. Lagu mereka bernuansa bening rock omg nikmat banget di telinga gue! Saat itu gue bertekad akan cari tahu lebih banyak tentang mereka. Buat kalian yang baca post ini dan tahu dua lagu terakhir yang mereka bawakan di Music Bank, let me know juseyo! Penting! They might be my new favorite boy group!

EXO

A post shared by Sheyla Ashari (@sheylamcf17) on

INI DIA YANG GUE NANTIKAN!!! Rasanya jiwa raga gue membara saat mereka mulai tampil dengan Ko Ko Bop. Dear Kyungsoo, walau kita terpisah beberapa puluh meter, kamu selalu dekat di hatiku! I'm so dumb, gue baru ngeh setelah baca berita dan lihat video-video di hp, ternyata Chanyeol nyanyi sambil duduk, nggak ikutan ngedance! Katanya dia lagi cedera pinggang. Ada satu aksi spesial. Mereka secara random nelpon penonton yang udah submit nomor hp sebelum konser. Dua panggilan pertama langsung masuk ke kotak pesan. Duh pasti dua orang itu nyesel banget udah matiin hp. Saat panggilan udah masuk ke satu nomor hp penonton, si penonton itu diajak naik ke atas stage untuk selfie sama EXO. GUE JUGA MAU! I'm so happy for her! Sebelum turun dari panggung, cewek itu sempet curi pelukan dari Baekhyun, dan Baekhyun malah ngucapin terima kasih dong! Duh anak bunda sopan banget ya! Mereka cuma membawakan lima lagu, dan setelah itu gue hampa. I NEED MORE! Gue berjanji dalam hati, saat mereka konser tunggal di Indonesia, gue harus nonton mereka di kelas paling depan! Semoga saat itu tiba, udah ada Lay yang sekarang lagi sibuk sendiri di negaranya, Tiongkok. Lay oppa, wo zai zongtong daxue xuexi hanyu :(


Special Stage
Gue girang saat ditampilkan beberapa cuplikan K-drama di layar, yang dilanjutkan Daehyun dan Youngjae B.A.P. duet OST. Descendants of the Sun. Ada juga Eunha GFriend yang membawakan lagu I Remember-nya Mocca dari panggung tengah. Suaranya cute banget! Yang jadi favorit gue adalah saat Yuzu GFriend duet sama Chanyeol ngebawain OST. Goblin, Stay With Me. Pertama, karena gue suka banget Goblin. Kedua, It's Chanyeol! Mereka bawain lagu ini dari panggung tengah, tapi nggak menghadap ke kelas Silver. Mereka menghadap ke panggung utama. Lumayan beberapa menit dipantatin Chanyeol.

Ada juga sesi Jukebox atau semacamnya, yang menampilkan NCT 127 ngecover SHINee - Lucifer dan Super Junior - Sorry Sorry. Ciyeh sunbaenim! Di sesi ini, GFriend dapat giliran ngecover BTS - I NEED U dan EXO - Growl.

Acara ini juga diselipkan momen persiapan Asian Games 2018 yang akan diadakan di Indonesia. Di momen ini, satu perwakilan dari masing-masing grup ngasih tanda tangan di shuttlecock besar dan kemudian dilempar ke penonton. Gue nggak tahu nama-nama perwakilannya, tapi EXO diwakilkan Baekhyun! Kyaaaa gue girang, berharap itu shuttlecock terbang secara ajaib ke bangku gue. Gue berharap di Asian Games nanti, Do Kyungsoo bisa mewakilkan Korea Selatan di cabang olahraga maraton. Abisan dia selalu maraton mengelilingi pikiran gue :(

Overall, Music Bank nggak meninggalkan kesan besar buat gue. Suara speaker kurang besar, layar di sisi panggung juga kecil, dan jeritan sepanjang konser, apalagi yang pake peluit, sangat mengganggu telinga. Yah, what can I expect? Tujuan acara ini kan memang buat ditayangkan di TV. Untungnya ada EXO, satu-satunya kebahagiaan gue malam itu.