Arung Palakka, Sosok Kontroversial Kebanggaan Rakyat Bone


Sebelum ke Bone, sebagai anak overexcited, gue udah browsing tentang tempat wisata di kampung halaman Pak Jusuf Kalla ini. Sayangnya nggak banyak hal lain yang muncul selain Tanjung Palette dan Pelabuhan BajoE. Saat bokap sibuk kerja di Bone, anggota bokap excited banget "pamerin" Bone ke gue. Jadilah hari terakhir di Bone gue habiskan buat wisata sejarah. 

Ada empat tempat yang gue kunjungi: Taman Merdeka, Museum La Pawawoi, Tanah Bangkale dan Bola Soba. Keempat tempat ini menceritakan tentang kehebatan Arung Palakka. Dalam sejarah, sosok Arung Palakka, atau sering juga disebut Aru Palaka, merupakan sosok kontroversial. Ada yang menilai beliau sebagai pengkhianat, ada juga yang menganggap beliau pahlawan. Kalo kalian lupa tentang sejarah Arung Palakka, begini sejarah singkatnya:

Di Sulawesi Selatan dulu, ada beberapa kerajaan yang berbeda, dengan Kerajaan Gowa sebagai kerajaan terbesar. Kerajaan Gowa berhasil menaklukkan Kerajaan Bone, lalu keluarga Kerajaan Bone ditawan di Gowa, dijadikan pelayan keluarga Kerajaan Gowa. Nah, putra mahkota Kerajaan Bone yang lagi ditawan itu Arung Palakka, yang saat dewasa akhirnya memberontak, ingin melepaskan diri dari "jajahan" Kerajaan Gowa. Karena tahu pihaknya nggak bakal sanggup ngalahin Gowa, Arung Palakka akhirnya minta bantuan VOC. Terjadilah pertempuran antara Kerajaan Bone pimpinan Arung Palakka yang disokong VOC, melawan Kerajaan Gowa pimpinan Sultan Hasanuddin. Pertempuran ini akhirnya membuat Kerajaan Gowa mengakui kekalahan dengan ditanda tanganinya Perjanjian Bongaya antara Sultan Hasanuddin dan Kapten Cornelis Speelman yang salah satu isinya adalah pembebasan Bone (barengan sama Soppeng, Luwu dan Wajo), juga beberapa kebijakan lain yang menguntungkan VOC. Nah, karena Arung Palakka membantu VOC memperluas kekuasaan di bagian timur Nusantara, beliau sering dianggap pengkhianat. Namun bagi rakyat Bone, beliaulah yang berjasa membebaskan Bone dari “pasung” Gowa. 
Gelang persahabatan Arung Palakka dan VOC
Gue nggak pengen cerita detailnya, silakan baca aja sendiri di buku sejarah atau browsing sendiri di internet. Kali ini, gue cuma pengen cerita tentang sosok Arung Palakka di mata warga Bone.

Taman Merdeka


Taman Merdeka jadi tempat awal "perkenalan" gue sama Arung Palakka. Di tempat yang jadi titik Nol Kabupaten Bone ini, ada patung besar Arung Palakka, tingginya 2,10 cm. Orang Bone percaya bahwa skala patung ini sesuai dengan fisik asli Arung Palakka. Katanya, waktu lagi bikin patung ini, sang pemahat selalu didatangi Arung Palakka lewat mimpi. Saat ada yang nggak sesuai, Arung Palakka pasti “protes” dan ngasih gambaran supaya patungnya dibuat persis dengan dirinya yang asli.

Waktu gue ke sini, ada bapak-bapak yang lagi ngadem di bawah pohon sambil memandangi patungnya. Bapak itu kemudian nunjukin foto Arung Palakka yang dia bawa dengan bangga. Ya, segitunya Arung Palakka dicintai di Bone.

Museum La Pawawoi


Di sini, gue ditemani seorang penjaga museum yang merupakan warga lokal Bone. Ini bagian yang paling menariknya! Gue yakin beliau bukan sejarawan, tapi beliau menjelaskan segala tentang Arung Palakka dengan nada bangga dari sudut pandang warga lokal. Walau dalam sejarah diceritakan bahwa Arung Palakka sudah wafat dan makamnya ada di Gowa, bapak ini cerita bahwa rakyat Bone nggak percaya itu. Mereka percaya Arung Palakka nggak wafat, cuma menghilang secara misterius, karena dia sangat sakti semacam manusia setengah dewa. Makam itu cuma rekayasa. Setiap di Bone ada masalah, Arung Palakka akan muncul. “Kita tidak bisa lihat Arung Palakka, tapi Arung Palakka bisa lihat kita.” Kata bapak itu. Terusin aja pak, aku nggak merinding kok! :”
Replika rambut Arung Palakka

Di museum ini juga ada replika rambut Arung Palakka. Potongan rambut aslinya disimpan di rumah jabatan Bupati dan dicuci setiap tahun. Katanya, panjang rambut itu terus bertambah sampe sekarang lho! Anyway, kalo Arung Palakka muncul, awalnya beliau selalu terlihat keluar dari rumah Bupati. “Arung Palakka juga sering ke sini. Saya sering dengar langkah kakinya jalan-jalan di ruangan ini.” 

Oke, gue merinding ngetik ini.

Silsilah kerajaan
Di museum ini juga ada silsilah Kerajaan Bone. Tahu gelar “Andi” dalam suku Bugis? Nah, orang nggak afdol pake gelar “Andi” kalo nama keluarganya nggak ada dalam garis silsilah itu. Kita beruntung bisa bebas berkunjung ke museum itu. Dulunya, orang harus sembelih sapi dan melakukan ritual khusus untuk masuk. Tujuan mereka biasanya adalah mau lihat silsilah Kerajaan Bone dan memastikan apakah mereka masuk dalam silsilah itu. Btw, gue pun baru tahu kalo gelar "Andi" itu versi lebih modern. Gelar untuk keturunan bangsawan itu tergantung daerahnya. Ada "Mangkau" di Bone, "Somba" di Gowa, "Datu" di Soppeng dan "Pajung" di Luwu. Sejak ada politik perkawinan, kan jadi campur-campur tuh, jadi yaudah, muncullah "Andi".

Tanah Bangkalae


Tanah ini merupakan tanah yang berasal dari tiga kerajaan: Bone, Luwu dan Gowa. Campuran tanah dari tiga wilayah sebagai simbol perdamaian dan persaudaraan ini menghasilkan warna keemasan, makanya disebut “Bangkalae.” Nah, lokasi tanah ini kemudian jadi tempat pelantikan raja-raja Bone selanjutnya.

Tanah bersejarah tapi nggak tampak istimewa :(
Sayang banget, untuk situs sepenting ini, kondisinya sangat nggak terawat. Tempatnya nggak kayak situs sejarah, plafonnya bolong-bolong dan banyak yang buang sampah di tanah ini omg :(

Bola Soba


“Bola Soba” artinya “Rumah Persahabatan”, sebuah rumah panggung khas Bugis. Sejak dibangun, rumah ini udah berkali-kali dialih fungsikan, mulai dari kediaman raja, penginapan dan tempat jamuan Belanda sampe asrama TNI. Sekarang, Bola Soba ini jadi situs sejarah dan jadi tempat latihan kesenian lokal.

Replika tempat tidur raja
Btw, rumah panggung ini cuma replika. Aslinya ada di tempat yang sekarang jadi rumah jabatan Bupati. Sayangnya gue nggak lama-lama menjelajahi Bola Soba, berhubung udah harus balik ke Makassar.

Pelaminan raja (?)
Yah begitulah cerita-cerita sejarah Bone di mata warga lokal. Mungkin ada yang mustahil, sulit dipercaya. Tapi gitulah kepercayaan orang Bone, yang bikin cerita sejarah ini jadi lebih seru!

Dulu, gue suka banget ke museum sejarah. Hampir semua museum sejarah di Jakarta udah gue kunjungi. Setiap ke luar kota, bokap pasti ngajakin ke museum, dan gue selalu kegirangan dengerin cerita-cerita pemandu museum. Belakangan, gue seperti melupakan museum. Gue udah lupa rasa serunya nyimak celotehan pemandu museum, apalagi kali ini penjaga museumnya adalah warga asli Bone yang ngasih bumbu cerita dengan kepercayaan lokal, bukan cuma hal-hal yang bisa dibaca di buku sejarah.

Okay, gue memutuskan, setiap gue ke kota yang pertama kalinya gue kunjungi, sebisa mungkin gue akan selalu berkunjung ke situs sejarahnya!

(Read: Bone, Kabupaten Kecil yang Kaya dan Cantik)

5 comments:

Theme images by latex. Powered by Blogger.