Ciwidey, 2017: "You Basically Live in Paradise."
Walau udah jutaan kali ke Bandung plus kunjungan hampir setiap minggu waktu bokap bertugas di Bandung, gue belum pernah tuh merasakan jadi traveler di Bandung. Nah, kali ini gue memutuskan untuk kembali ke Bandung sebagai traveler. Lagi-lagi bersama Monde.
Hari pertama, kami main ke tempat-tempat yang selalu gue lewati di Bandung, tapi nggak pernah benar-benar gue nikmati dan lihat dari dekat. Kebanyakan berteduh karena hujan, kami mampir main di Alun-Alun dan Masjid Raya Bandung, lanjut jalan kaki menyusuri Jl. Asia-Afrika, Jl. Braga, lanjut ke Taman Sejarah di Jl. Aceh. Pulangnya, karena gue terlalu ngidam kopi, kami mampir di Wiki Koffie yang ternyata salah satu kedai kopi pertama di Bandung. Kami duduk dekat jendela denga pemandangan persimpangan Jl. Braga. Berasa lagi di Eropa! Gue juga berasa jadi Raisa, menyeruput kopi hangat sambil menatap lalu lintas persimpangan. *Raisa apa Polisi Lalu Lintas?!
Malamnya kami kembali ke Hostel di Jl. Buton dan kenalan sama dua traveler: Trix asal Belanda dan Philip asal Jerman. Sebelum ke Bandung, mereka juga sempat ke Jakarta, dan keduanya sepakat: mereka nggak suka Jakarta! "Nggak banyak tempat yang bisa dikunjungi. Jalan kaki susah, nyeberang aja nggak bisa!" kata mereka. I feel you! Setelah dari Bandung, masih banyak tempat yang akan mereka kunjungi kayak Yogyakarta, Banyuwangi, Bromo, Bali dan Lombok. Philip dan Trix ini juga baru kenalan di hostel, tapi akhirnya mereka bakal keliling Indonesia bareng. Di malam pertama itu, di bawah gerimis lucu, kami jalan-jalan di Braga. Akhirnya gue resmi jadi turis! Itu pertama kalinya gue jalan bareng teman foreigners di Indonesia. Waktu di Bangkok, walau jalan sama bule yang fisiknya berbeda, nggak banyak tatapan tajam dari orang sekitar. Waktu di Bandung, punggung gue rasanya berdarah tertusuk tatapan orang. Padahal mereka ngeliatin Trix dan Philip, bukan gue. HA! Malam itu kami banyak bertukar cerita tentang segala hal. Mereka excited dengerin cerita kehidupan orang Indonesia secara detail, kayak gimana hubungan dalam keluarga Indonesia, atau bagaimana Agama memengaruhi kehidupan kita, termasuk gimana cara orang Indonesia kencan! Kami makan malam di Warung Upnormal. Begitu masuk, tatapan pengunjung lain beterbangan di udara. Bahkan beberapa orang diam-diam ngeluarin hp untuk motret Trix dan Philip. Yeah, foto aja, kami nggak nyadar kok! Sok atuh!
Hari berikutnya, kami jalan-jalan ke Ciwidey. Inilah hari pikiran gue rasanya langsung terbuka lebar sampai tumpe-tumpe, yang bikin gue semakin sayang sama Indonesia. Saat mulai memasuki area kebun teh, Trix dan Philip kegirangan dan langsung motret kebun teh sebanyak mungkin. Gue baru sadar, selama ini gue meremehkan keindahan itu. Setiap lewatin kebun teh, gue semacam "Iya, bagus," tapi cuek aja, nggak mikir itu hal yang luar biasa.
"You basically live in paradise. Just 2 hours of driving and you get this. You don't need to go abroad." Kata Philip di depan sebuah warung yang kami singgahi dalam perjalanan. Gue berasa dapat hidayah. Ya, negara gue seindah ini!
Ada beberapa tempat yang kami singgahi: Kawah Putih, Glamping Situ Patenggang, Kebun Teh Rancabali.
Kawah Putih
Gue belum pernah ke Kawah Putih, tapi sering dengar komentar orang lain.
"Biasa aja, bagusan yang di...."
"Ah gitu doang, cuma liatin danau."
"Sayang banget kalo lagi berkabut, nggak bisa lihat apa-apa."
Komentar-komentar itu bikin gue nggak begitu excited ke Kawah Putih.
Tiba di sana, kabutnya tebal banget. Sebelum masuk ke area kawah, penjual-penjual di situ bilang cuaca lagi jelek, aroma belerang tajam, jadi harus pake masker. Gue sempat goyah, karena dari foto-foto yang gue lihat, di Kawah Putih orang selalu pake masker, macam masker Gojek.
"Emang harus ya? Yang mereka omongin itu kan soal gas, sedangkan masker gas itu beda, bukan yang ginian. Masker kayak gini mah untuk menghindari virus, bukan gas." kata Trix.
Bener juga! Akhirnya kami nggak beli masker, dan ternyata nggak apa-apa kok! Di daerah kawah, kabutnya tebal banget! Normalnya, gue mungkin akan kecewa karena nggak bisa lihat apa-apa.
Tiba-tiba Trix nyeletuk: "Wah, berkabut gini aja, tempat ini bagus banget! Misterius!"
Bener juga! Daripada kecewa karena kabut, lebih baik melihat situasi itu dari sudut pandang berbeda. Gue langsung merasa ada di dunia lain. Pohon-pohon tanpa daun, tempat yang tertutup kabut...
Gue berasa lagi syuting film horor di dunia lain. Suasana misteriusnya malah bikin tempat itu berasa magical.
Glamping Situ Patenggang
Credit to Monde |
Ini tempat buat kemah mevvah yang dikelilingi kebun teh dan danau. Di sini juga ada restoran berbentuk kapal Phinisi yang keren. Di restoran ini, Trix dan Philip sibuk 'meet and greet', karena banyak orang ngantri untuk ngajakin mereka foto bareng. Ha! Menurut Trix, mereka lebih senang kalo diajak foto secara baik-baik daripada difoto diam-diam.
Setelah acara 'meet and greet' selesai, kami turun untuk jalan-jalan di pinggir danau, keliling kebun teh. Trix kegirangan bisa lihat daun teh secara langsung, dan tanpa mikir, dia metik satu daun dan langsung dikunyah! Mereka bahagia karena pertama kalinya lihat tumbuhan teh, bukan cuma teh yang tinggal diseduh. Tumbuhan teh yang menurut gue biasa aja, ternyata jadi hal luar biasa buat mereka.
Kebun Teh Rancabali
Sadam dan Sherina |
"This is one of the most beautiful things I've seen in my life!" kata Trix waktu kami turun dari mobil, siap-siap syuting Petualangan Sherina di tengah kebun teh. Jalan miring di tengah kebun teh, entah serangga apa aja yang udah nempel di badan, berapa baret-baret kecil di kulit, kami tetap excited untuk menuju ke tengah kebun, tempat batu besar bisa ditongkrongin.
Di batu besar itu, kami duduk nyantai aja menikmati segalanya. Udara, suasana, keheningan...
"I could sit here my whole life."
"This is exactly how I envisioned Indonesia."
Kata mereka.
Di perjalanan pulang, kami mampir beli strawberry dan mangga, yang kemudian kami makan bersama di meja hostel sambil lagi-lagi sharing tentang kehidupan. Mereka senang banget bisa makan strawberry dan mangga enak dengan harga murah meriah, karena di negara mereka, harganya bisa lima kali lipat! Serius, di perjalanan ini gue nggak merasakan sedikit pun kekecewaan yang mungkin biasanya akan gue rasakan saat ada rintangan tak terduga. Semua karena segala kekaguman Trix dan Philip yang bikin gue ikut merasa ceria.
Rasanya menggelitik hati ngeliat gimana Philip dan Trix kagum sama hal-hal kecil, seperti gimana waktu gue dan Monde nyampurin sambal dan kecap saat makan bakso, atau gimana kebiasaan orang Indonesia yang kalo ngasih sesuatu harus pake tangan kanan. Bahkan soal jenis wajah gue dan Monde yang agak berbeda, walau kami sama-sama orang Indonesia. Mereka juga menghormati nilai lokal, dengan selalu bertanya "Is it rude if I do this? Or that?"
Selalu ada hal baru yang gue dapatkan dari orang-orang yang gue temui selama traveling. Apresiasi mereka tentang keindahan Indonesia yang biasanya gue abaikan, akhirnya bikin mata dan pikiran gue terbuka. Ternyata gue hanya harus melihat lebih dekat dan lebih dalam untuk menikmati hal sederhana namun menyenangkan.
Ada yang woke up lyk diz, ada yang rambut liar |
Satu pertanyaan Trix yang nggak bisa gue jawab:
"Indonesia is the land of coffee, but why do most people here drink instant coffee?"
Keren tulisannya 😍
ReplyDeleteKamu emang traveller sejati yaa, Shey!
Hehe iya nih kak, sedang berusaha traveling berfaedah :D
Delete