Filosofi Kopi 2: Untuk Yang Butuh Kehangatan
Thanks to Kakak Ery, kali ini gue ikutan event lagi, penayangan perdana Filosofi Kopi 2 di XXI Trans Studio Mall Makassar, dan kali ini rasanya lebih ringan. Kakak Ery selalu ngenalin gue dengan "Dia blogger juga." Rasanya kayak menerima identitas baru. Selama ini, gue nggak pernah mengaku sebagai seorang blogger, karena gue memang hanya sepicis tukang curhat. Di blog.
Baru tiba di XXI, gue syok. Buset ini ada apaan rame banget?! Banyak orang teriak-teriak. Ternyata tiga pemain Filosofi Kopi 2, Rio Dewanto, Luna Maya dan Chicco Jerikho lagi diwawancara di depan bioskop. Situasi makin heboh saat ketiga aktor itu menuju studio 1 yang diikuti teriakan orang-orang yang sibuk lari-lari ngejar mereka sambil foto-foto. Ini kedua kalinya gue menghadiri premier film, dan kali ini kurang berasa "premier"-nya tanpa karpet merah dan aktor yang dress up heboh. Bahkan Luna Maya aja pake baju model piyama, enak banget pulang-pulang tinggal bobok! Yak, maafkan gue yang nggak ngerti fesyen ini. Fesyen bagi gue adalah baju apa yang ada di tumpukan paling atas di lemari, itulah yang gue pakai.
Sejuta umat |
Gue agak terlambat masuk bioskop. Pas masuk, ketiga aktor sudah berbicara tentang film mereka, seperti biasa, "Semoga suka," " Semoga penonton Makassar heboh," yadda yadda yadda. Makassar jadi salah satu lokasi syuting mereka lho! Gue jadi penasaran gimana orang Makassar yang terlibat di film itu, apakah mereka menggambarkan orang Makassar sesungguhnya. Di film Athirah, gue agak kecewa karena nggak ada yang ngomong sambil teriak-teriak. Cobain deh ikutan orang Makassar ngumpul. Lo mungkin ngira mereka lagi berantem karena semua bersahutan dengan nada tinggi. Padahal emang begitu cara mereka bicara. "Mereka?" Ya, meskipun gue orang Makassar, ternyata cara pembawaan diri gue malah kayak orang Jawa yang kalo ngomong hampir nggak kedengeran. Jangan percaya kehebohan gue di internet, guys! *sungkem
Oke, si tukang curhat lupa diri, balik lagi ke acara. Saat credits awal muncul, gue sedikit berasa akrab karena ada logo Iflix berhubung film ini produksi Iflix. Teman gue banyak yang kerja di Iflix dan media sosial gue selalu penuh sama kegiatan seru Iflix. Oke. No problem. Itu biar kelihatan punya temen aja. Hati gue bergemuruh saat lihat nama Pak Gita Wirjawan yang jadi produser eksekutif film ini. Ngefans berat!
Meskipun belum nonton Filosofi Kopi pertama dan belum baca bukunya, ternyata film ini bagus dan nggak bikin gue bengong bego. Film ini menjadikan kopi sebagai objek utamanya dan bercerita tentang pasang-surut Ben dan Jody yang membangun lagi kedai kopi mereka di Melawai, plus ekspansi ke Yogyakarta. Dengan Ben yang ambisius dan Jody yang lebih nyantai, film ini menggambarkan dengan ringan perkembangan karakter mereka yang tadinya saling egois jadi saling menyesuaikan. Bukan mengubah diri, tapi menyesuaikan. Ada juga Brie, barista lulusan jurusan ilmu pertanian luar negeri yang awalnya bikin gue kesal karena diem aja dimarahin Ben. Gue mulai suka waktu dia ngelawan balik. Yes! That's my gurl! Anyway, gue nggak nyangka ternyata akting Luna Maya bagus! Di film ini dia jadi Tarra, investor kedai Filosofi Kopi. Akting mereka semua natural, dan adegan cinta-cintaannya nggak pake awkward dan cringey dan norak. It happens so naturally. Gue suka sama kata-kata kasar yang diucapkan Ben dan Jody, because that's what best friends do. Saling berkata kasar. Namun ada yang mengganjal. Entah gue yang aneh apa gimana, tapi sebutan "aku-kamu" itu rasanya terlalu intim untuk hubungan pertemanan atau kolega. Andaikan Ben dan Jody bisa pake "gue-lo" atau "saya-kamu" ke Brie dan Tarra, mungkin gue bisa lebih tenang. Sayangnya para aktor tadi nggak ikutan nonton, jadi nggak bisa ngejek mereka, kayak waktu premier filmnya KOTAK yang gue hadiri dulu. Kisah mereka menghangatkan hati tapi juga menampar! Berkali-kali gue berkata dalam hati "I want a friendship like what Ben and Jody have." Apalagi saat adegan Jody ikutan angkat keranda jenazah bapaknya Ben. Cryyyy! Gue merasa tertampar di awal film saat Ben bilang "Kita emang nyaman, tapi kita gini-gini aja." Tertampar kanan kiri atas bawah barat barat laut utara timur laut.
Konsentrasi. Pasti di depan layar ada orang. |
Anyway, ada yang nggak bisa berenti gue pikirin, yaitu adegan Rio Dewanto cuci muka pake Pond's. Penempatan produknya mirip sama cara syuting drama Korea, kayak kalo tokohnya nongkrong di SUBWAY, nelpon pake Samsung atau motret pake Canon, produknya disorot beberapa detik lebih lama. Gue cuma khawatir Rio mengeluarkan kalimat iklan kayak yang pernah gue tonton di sinetron Indonesia.
Cowok: "Aku kasih air ini untuk kamu, karena air ini ada manis-manisnya. Kamu tahu kenapa air ini bagus untuk kamu?"
Cewek: "Kenapa, mas?"
Cowok: "Karena air ini diambil dari air pegunungan."
Cewek: "Kenapa, mas?"
Cowok: "Karena air ini diambil dari air pegunungan."
Kesel bat guaaa! Serah lo ae dah!
Filosofi Kopi 2 ini layak ditonton, meskipun bagusnya nggak bikin hati bergemuruh. Film ini bagus dan menghangatkan hati (siapa tahu ada yang lagi butuh kehangatan), sehangat secangkir kopi, kecuali yang lebih suka kopinya dingin kayak gue. Dialog dan akting para karakter yang natural dan nggak norak-lah yang paling menarik buat gue. Soal cerita, biasa aja. Twistnya juga nggak begitu pelik dengan ending yang nggak bikin kaget. Film ini memang nggak mengguncang jiwa raga, tapi kalo lo butuh film ringan yang penuh kehangatan dan nggak pake norak, this one's for you.
Saya suka penampilannya LunMay di film ini. Keren!
ReplyDeleteTau gak suamiku tanggapannya ini film gimana gitu katanya soalnya ada Luna Maya wkwkwkwkkwkwk ampun dah! Dan sy setuju luna maya aktingnya kerennnnn di sini
ReplyDeleteTulisan sheyla selalu lucu dan menarik untuk di baca 👍
ReplyDeletekopi kekinian indonesia
ReplyDeletehttps://makanyok.com/2019/11/20/macam-kopi-kekinian-indonesia-2019-versi-makanyok/