Day 3.5 in Bangkok: Restoran Mewah, Pasar Seksi

Goodbye, Bangkok!

Malam terakhir di Bangkok. Sedih. Kenangannya terlalu indah bersama teman-teman yang menyenangkan. 

Setelah sampe hostel sehabis keliling Siam, gue dan Monde istirahat sebentar, nggak sempat nyapa si anak baru yang menggantikan John di bed sebelah, berhubung udah capek parah. Saat badan mulai pulih, Monde turun ke lobby buat ngecengin bebeb nonton Game of Thrones, dan gue stay di depan AC kamar. Dari balik tirai bed, keluarlah timun mas si anak baru, yang sepertinya pengen nyapa tapi malu. Yaudah gue sapa duluan aja. Namanya Tae, asli Thailand. Dia ke Bangkok karena besoknya mau tes Bahasa Jerman di kedutaan, berhubung dia berencana tinggal di Jerman bareng emaknya.
With Tae, di pagi sebelum perpisahan
Komunikasi gue sama Tae ini unik dan membingungkan. Bahasa Inggris Tae sangat terbatas, tapi dia jago Bahasa Jerman. Jadilah kami menggunakan bahasa kalbu tubuh sambil ngakak-ngakak saking nggak jelasnya. Gue merasa iba waktu dia bilang dia merasa buruk karena nggak lancar Bahasa Inggris, jadinya dia minder buat kenalan sama orang, padahal gue udah ngeyakinin dia kalo itu normal, kan emang bahasa utama dia bukan Inggris, gue pun masih belajar. Meskipun ada language barrier yang besar, banyak hal yang bisa kami omongin. Gue cerita kalo dulu gue suka nonton film Thailand dan nyebutin nama-nama artis Thailand yang ternyata dia nggak kenal, kecuali Mario Maurer. Dia ngomongin seberapa tahu dia tentang Candi Borobudur dan Lion Air. Ngeheiiiitsss ya! Dia juga bilang "Untung gue kenalan sama lo, kalo nggak, gue bakal kesepian sendirian di sini." Duh kan emesh! Kami jadi saling ngajarin bahasa negara masing-masing loh!
Bunny favorit dedek.
Lagi asik ngobrol, tiba-tiba si dedek Belanda heboh, Thomas, masuk ke kamar. "OMAIGAT PANAS BANGET!" katanya, langsung heboh. Di hari itu, dia juga abis belanja di Siam buat cari oleh-oleh. Gue baru tau, selain kemiripan bahasa, Indonesia dan Belanda punya kesamaan soal oleh-oleh. Dia kenalan sama Tae dan malah ngobrol pake Bahasa Jerman. Ku ndak sanggup, mas! Waktu gue tanya dia beli apa aja, si Thomas langsung bongkar barang belanjaannya buat dipamerin. "Ini murah banget! Harganya cuma sekian Baht." kata dia sambil nunjukin celana barunya. "Iye, murah di mata uang lo! Bagi gue mah mahal! Tapi semua belanjaan lo nggak sebanding sama apa yang gue beli." Gue langsung ambil boneka selimut titipan si adek buat dipamerin ke dia. "Astaga lucu banget it's so fluffy I could die!" katanya sambil peluk-peluk gue boneka itu. "Lo beli di mana? Harganya berapa? Tokonya di sebelah mana?" masih heboh, sambil foto-fotoin boneka itu. Katanya, dia mau beliin buat temennya. Dia makin heboh saat tahu gue beli boneka itu dengan setengah harga. "Plis temenin gue beli boneka ini besok! Lo nawar harganya buat gue, gue berdiri agak jauh dari lo." Laaaah ternyata di sana bule juga suka dikasih mahal!
Paginya langsung ikutan beli Bunny
Thomas kemudian bilang laper dan ngajak dinner bareng. "Di Silom Plaza ada restoran Italia bagus, kayaknya enak, tapi mahal. Lo mau nggak?" katanya. "Yuk! Ini malam terakhir gue di Bangkok, jadi nggak apalah ya sekali-kali mahal." Yang langsung bersambung dengan tos-tosan. Eh kenapa gue jadi banyak ngutip dialog ya?! Biarlah, biar nggak lupa :"
Dia juga nanya Tae, apakah Tae mau diajak ke restoran mahal, dan ternyata Tae juga mau. Yay! "Gue punya trik supaya kita bayar murah. Bawa minum sendiri!" kata Thomas. Laaaaah itu mah trik gue juga! Hahaha! "Buruan! Gue laper! Waktu kita 15 menit buat siap-siap. Oke. Gue mau pake celana baru ah!" kata si Thomas sambil langsung buka celana saat itu juga. Hadeh! Gue langsung salting dan mengalihkan pandangan, pura-pura nyari hp. "Omaigat gue berasa jadi diri yang baru!" dasar si anak lebay. "Btw, bukan bermaksud menyinggung, Bahasa Inggris lo bagus buat ukuran orang Asia. Lo gimana belajarnya?" kata dia tiba-tiba. "Bagus apaan?! Gue aja nggak bagus ngucapin bahasa gue sendiri!" kata gue, bukan humble brag, tapi emang serius! "Tuh kan! Lo nggak kedengeran kayak orang Asia. Yaudah sih, gue cuma ngasih pujian, jangan nolak." Okelah beb.
Mevvah, enaq, mureh
Gue, Tae, Thomas, Didier dan Monde akhirnya makan di restoran Wine Connection. Gue dan Tae pesan spaghetti carbonara, Thomas dan Monde pesan lasagna, Didier pesan tuna steak. Ternyata makanannya enak banget, porsi besar pula, dan restoran mewah di Thailand pun nggak begitu mahal. Gue sendiri cuma ngabisin 250 baht (100 ribu rupiahan). Banyak hal seru yang kami obrolin di sini, meski kadang roaming. Didier yang udah 1,5 tahun di Thailand dan bisa sedikit bahasa Thailand, ngobrol sedikit pake bahasa itu sama Tae. Kadang Didier juga ngobrol sama Thomas pake Bahasa Belanda. Gue dan Monde ngegosip pake Bahasa Indonesia. Ketemu di tengah-tengah pake Bahasa Inggris. Sungguh meja internesyenel. Salut sama Didier yang sabar banget ngobrol sama Tae dengan bahasa Inggris yang terbatas. Kami juga ngobrolin tentang perbedaan kehidupan sehari-hari orang Eropa dan Asia. "Wait, lo Muslim ya?" kata Thomas. "Gue punya temen Muslim juga. Dia nggak minum alkohol, nggak makan babi, tapi dia have sex." Laaaaah~ Di restoran ini, kami lupa foto-foto dong ih! Kzl.

Saat bayar, ternyata kami semua ngasih jumlah yang lebih, jadinya Thomas nggak sempat bayar bagian dia. Dia sampe kebingungan harus gimana, karena dia nggak enak kalo harus nggak bayar. "Anggap aja lo beruntung." kata gue. "No, KITA yang beruntung, katanya lo mau mango sticky rice kan, ayo gue aja yang beli buat semuanya." 
Thomas - Monde - Didier. Bulu tangannya sampe berkilau :(
Suatu malam di depan ruko kosong
Thomas ngajakin ke Patpong Night Market, katanya banyak penjual mango sticky rice murah di sana. Tae nggak bisa ikutan karena dia harus balik ke hostel, mau belajar buat tes besoknya. Di pasar malam ini, banyak yang nggak kuat dilihat mata gue! Banyak club mesum. Bahkan mereka nawarin "Power Pussy." Sepowerful apakah anu mereka? Gue nggak berani membayangkan. Untungnya bule-bule yang gue temui di Bangkok bukan bule-bule gila clubbing kayak di Phuket. Baguslah, satu frekuensi sama gue dan Monde. Di ujung pasar, Thomas beliin mango sticky rice untuk kami semua, tapi karena nggak ada tempat duduk, kami makan sambil berdiri di depan ruko kosong. Sungguh romantis. Porsi makanan ini cukup besar dengan harga cuma 50 Baht! Sungguh kenikmatan hqq. Thomas bilang dia pengen ke Indonesia juga, apalagi ke Jakarta karena dia dengar, orang Belanda harus banget napak tilas di Jakarta. "Ngapain lo ke Jakarta?! Nggak usah! Macetnya bikin gila. Tapi kalo lo mau menikmati rasanya stuck di tengah jalan, yaudah ayok gue temenin di Jakarta." gue memang pemasar yang buruk. Di jalan pulang, Didier nggak bilang kalo Thomas menuntun kami ke jalan buntu. Thomas dan Monde jalan duluan, sedangkan Didier ngajak gue berenti. "Liat deh. Ini kan jalan buntu. Biarin aja mereka duluan, ntar juga balik. Kita nunggu di sini aja." Dan bener, beberapa menit kemudian, Monde dan Thomas balik! Yaelah bang, bilang dari tadi kek!
Di kamar, kami berempat, plus Tae yang pengen nimbrung tapi harus belajar, lanjut ngobrolin banyak hal random. "Gue mau bobok di sini aja ah, biar gampang ngobrol sama lo." Kata Didier yang tempat tidurnya paling terpencil dan mau pindah ke tempat tidur di depan Thomas. Kyaaaa oppa!
Thomas beli Supreme dulu di kaki lima
Malam semakin larut. Petualangan indah gue di Bangkok resmi berakhir. Gue dan Monde rasanya nggak rela meninggalkan Bangkok karena kenangan yang terlalu indah. Sometimes it's not about the place. It's about the people we meet along the way.

Goodbye, Bangkok.

Hello, Phuket!

2 comments:

  1. Asyik ya tinggal di hostel, bisa jalan bareng orang2 yang baru kita kenal.
    Sheyla join di komunitas backpacker atw jalan-jalan gitu gak?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya! Seru kak di hostel. Banyak orang mikir "ih serem tidur sama orang nggak kenal. apalagi campur sama laki-laki juga." eh ternyata malah jauuuuh dari serem! Sy gak ikut komunitas, biarkan semua terjadi secara spontan, biar berasa surprise ;)

      Delete

Theme images by latex. Powered by Blogger.